A.
Pemikiran
Awal Mula adanya Mazhab Neo-Klasik
Kurang lebih pada tahun 1970-an
terdapat pergeseran dalam aliran ekonomi, dimana aliran ekonomi yang baru ini
menggantikan aliran ekonomi Klasik karena teori-teori yang
dikembangkan oleh Karl Marx dan Engels mendapat banyak tanggapan dari
pakar-pakar ekonomi. Baik dari kaum sosialis maupun dari pendukug sistem
liberal-kapitalisme. Pemikiran-pemikiran ekonomi dari para pakar pendukung sistem
liberal ini kemudian dimasukkan kedalam suatu kelompok pemikiran ekonomi
tersendiri sehingga memunculkan aliran baru yang disebut dengan aliran
Neo-Klasik.
B.
Proses
Munculnya Aliran Neo-Klasik
Aliran Neoklasik secara sederhana
dibedakan atas dua generasi ( Deliarnov, 2006 : 55) yaitu :
1.
Generasi
Pertama
Pakar-pakar ekonomi Neoklasik generasi pertama banyak
memperbaiki teori-teori ekonomi klasik, tetapi mereka pada umumnya masih
percaya bahwa di pasar berlaku prinsip pasar persaingan sempurna dan bahwa
perekonomian selalu menuju pada keseimbangan.
Kelompok Neoklasik generasi pertama dapat dikelompokan lagi
dalam dua kelompok, yaitu :
a.
Kelompok
Ekonomi Austria (The Classical Liberal Perspectives)
Kelompok pertama disebut kelompok
Ekonomi Austria karena hampir semua pendukungnya seperti Carl Menger,
Friedlich von Wieser, dan Eugen von Bohm Bawer yang berasal dari Austria.
Pakar-pakar Neoklasik yang tergabung dalam kelompok
Ekonomi Austria ini sangat berjasa mengembangkan teknik-teknik
matematika, terutama kalkulus. Dari tangan merekalah lahir konsep-konsep
seperti marginal utility, marginal revenue, the law of diminishing
return, dan sebagianya yang sarat dengan hitungan-hitungan matematis. Sejak
munculnya teori “marginal revolution” yang dikembangkan oleh pakar-pakar
Neoklasik dari mazhab Austria tersebut, pembahasan ekonomi lebih
bersifat mikro. Karena ilmu ekonomi di tangan pakar-pakar Neoklasik mengalami
perkembangan yang pesat melebihi perkembangan legislasi, hal ini memaksa
diceraikannya politik dari ilmu yang semula disebut ekonomi politik.
b.
Kelompok
Ekonomi Cambridge
Karena para pendirinya seperti
Alfred Marshall (1842-1924) dan pendukungnya kebanyakan berasal dari
Universitas of Cambridge. Marshall mengajar ekonomi politik
di Bristol tahun 1882 dan menjadi ketua jurusan ekonomi politik
di Cambridge tahun 1885-1908.
Mengapa ilmu ekonomi berkembang
lebih pesat dibanding ilmu-ilmu sosial lain? Menurut Marshall dalam Principles
of Economics (1920) : “The advantage which economic has to
over other branches of sosial science appears then to arise from the fact that
its special field of work gives rather large opportunities for exact methods
then any other branch”.
Walaupun Marshall memiliki peran
besar dalam perkembangan ilmu ekonomi, pendekatan yang
digunakan Marshall sedikit berbeda dari pendekatan pakar-pakar
ekonomi lain. Perbedaan yang mencolok antara Marshall dengan
ekonom-ekonom lain dari mazhab Austria yang pada umunya ”tegar”
ialahMarshall lebih memperhatikan nasib kaum papa. Bagi Marshall, ilmu
ekonomi politik adalah sarana untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan
bahkan juga sebagai motor untuk mengungkap kebenaran (an engine for the
discovery of truth) dengan mengatasu kemiskinan dan kemelaratan.
2.
Generasi
Kedua
Pada tahun 1930-an sejumlah pakar ekonomi neo-klasik
generasi kedua melakukan revesi terhadap pemikiran-pemikiran neo-klasik
generasi pertama. Tokoh yang ikut serta merevisi pemikiran-pemikiran mereka
adalah Piero Sraffa (1898-1983), Joan Violet Robinson (1903-1983) dan Edward
Hasting Chamberlin (1899-1967).
Para tokoh klasik dan neo-klasik generasi pertama tidak
pernah mempersoalkan apakah pasar persaingan sempurna, dalam kenyataan
kehidupan sehari-hari, benar-benar mencerminkan pasar sempurna atau tidak,
serta tidak mempersoalkan asumsi-asumsi yang terjadi pada pasar persaingan
sempurna. Adapun asumsi-asumsi itu adalah seabagai berikut:
1.
Terdapat banyak
pembeli dan penjual (multi perusahaan).
2.
Barang-barang yang
dijual bersifat homogen.
3.
Tiap perusahaan bebas
keluar-masuk pasar.
4.
Pembeli dan pejual
sebagai price taker, karena mereka tidak mampu mengubah harga yang ditentukan
pasar.
5.
Pembeli dan penjual
mempunyai informasi yang lengkap.
Oleh karena
itu, dalam artikelnya (The Laws of Returns under Competitive Conditions, 1926),
Sraffa mengungkapkan bahwa saat ini perusahaan-perusahaan besar sudah banyak
dan perusahaan-perusahaan itu tahu kalau seandainya mereka mengubah keputusan
output atau penawaran maka harga-harga dapat berubah.
Kemudian Chamberlin
memusatkan perhatiannya pada pasar monopolistik dalam bukunya, The Theory of
Monopolistic Competition, 1933. Ia menyebutkan bahwa banyak asumsi yang
digunakan dalam pasar persaingan sempurna, terutama dalam produk yang homogen,
yang tidak realistis. Karena tidak mungkin suatu pasar hanya memproduksi satu
jenis barang saja (homogen).
Oleh karena itu,
masih menurut Chamberlin, perusahaan-perusahaan pasti berusaha untuk melakukan
diferensiasi pada produk-produknya guna mempertahankan perusahaannya supaya
bertahan di pasar tersebut. Jika usaha itu (diferensiasi produk) berhasil maka
perusahaan itu dapat memengaruhi harga-harga di pasar, dan dia dapat bertindak
sebagai penentu harga (price setter), bukan sebagai penerima harga (price
taker).
Dengan demikian,
pasar ini sudah tidak sempurna lagi karena ciri utama dalam pasar monopolistik
adalah adanya diferensiasi produk dan perusahaan bertindak sebagai price setter
bukan sebagai price taker. Juga biasanya harga yang terbentuk dalam pasar
monopolistik lebih tinggi daripada harga yang terbentuk dalam pasar sempurna.
Begitu juga dengan Joan Robinson, yang
mempunyai analisis hampir mirip dengan Chamberlin. Namun, Joan Robinson,
analisisnya lebih fokus pada pembahasan “pasar persaingan tidak sempurna
(Imperfect Competition)”. Menurutnya, tiap perusahaan dalam pasar tidak
sempurna memegang posisi monopoli, dimana posisi ini didapatkan dari
barang-barang yang dibeli berdasarkan preferensi konsumen (Customer Preference)
walaupun ada barang substitusi yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Dalam kenyataannya bahwa persaingan
dunia pasar tidak sempurna dan membawa pada implikasi yang cukup serius
terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan karena dalam pasar
persaingan tidak sempurna efisiensinya, sebagaimana diungkapkan Pareto, tidak bisa
dicapai.
Kesimpulannya, pandangan ketiga tokoh ini bagi pengembangan teori ekonomi adalah (bagi mereka) model pasar persaingan sempurna yang dikembangkan oleh kaum klasik dan neo-klasik terdahulu hanya merupakan suatu konstruksi pemikiran yang diharapkan belaka (secara teoritis) yang kenyataannya mempunyai keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulannya, pandangan ketiga tokoh ini bagi pengembangan teori ekonomi adalah (bagi mereka) model pasar persaingan sempurna yang dikembangkan oleh kaum klasik dan neo-klasik terdahulu hanya merupakan suatu konstruksi pemikiran yang diharapkan belaka (secara teoritis) yang kenyataannya mempunyai keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari.
C.
Tokoh-tokoh
Ekonomi Klasik generasi Kedua dan pemikirannya
1.
Piero Sraffa (1898-1983)
Nama : Piero Sraffa (1898-1983)
Tanggal Lahir: Turin, 5 Agustus 1898
Kebangsaan : Italia
Piero Sraffa merupakan seorang ahli ekonomi yang
sangat berpengaruh di dunia. Bukunya yang berjudul "Production of
Commodities by Means of Commodities" digunakan oleh sekolah ekonomi
Neo-Ricardian. Ia terlahir di Turin, Itali dari pasangan kaya Angelo dan Irma
Sraffa. Ayahnya merupakan seorang profesor dalam bidang hukum perdagangan dan
juga dekan di Bocconi University di Milan. Sraffa menempuh studinya di kotanya
dan merupakan lulusan universitas lokal serta meneliti inflasi yang terjadi di
Itali selama dan setelah perang dunia pertama. Salah satu dosen ekonomi yang
menjadi inspirasinya adalah Luigi Einaudi yang kemudian berhasil menjadi
presiden di Itali.
Ia melanjutkan studinya di London School of Economics
pada tahun 1921 dan 1922. Di sana ia ditunjuk sebagai direktur buruh lokal di
Milan, profesor dalam politik ekonomi di Perugia, Cagliari, dan Sardinia. Dalam
masa ini ia sempat bertemu dengan Antonio Gramsci yang merupakan pemimpin
partai komunis di Itali yang paling berpengaruh. Mereka kemudian menjadi
sahabat dekat, utamanya karena pandangan ideologi mereka yang sama. Sraffa juga
memiliki hubungan baik dengan Filippo Turati yang merupakan pemimpin partai
sosialis Itali.
Pada tahun 1927, Sraffa semakin memperluas jaringan
perkawanannya. Ia pun ditawari untuk menjadi dosen di University of Cambridge.
Namun ternyata Sraffa tidak terlalu suka pekerjaan tersebut karena ia tergolong
orang yang pemalu. Setelah itu ia memutuskan untuk bergabung dengan "cafeteria
group" bersama dengan Frank P. Ramsey dan Ludwig Wittgenstein, sebuah klub
yang mendiskusikan tentang Teori Kemungkinan Keynes dan Teori Friedrich Hayek
dalam sirkulasi bisnis.
Buku tulisan Sraffa yang berjudul, "Production
of Commodities by Means of Commodities" membantu penyempurnaan nilai teori
"Classical Economics" yang dikembangkan oleh David Ricardo. Ia
bertujuan untuk mendemonstrasikan kekurangan dalam tendensi nilai teori
neoclassical dan mengembangkan sebuah analisis alternatif.
Teori-teori/
Pemikiran Piero Sraffa
-
Teori persaingan tidak sempurna
Sraffa mengambil dan mengembangkan
karyanya dari tahun 1925 yang berjudul The
law of Return Under Competitive Condition untuk menunjukkan inkonsistensi teori Marshall tentang harga, yang menurutnya,
untuk setiap aset:
·
harga
keseimbangan ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan dan penawaran.
·
kurva
penawaran, simetris dengan permintaan itu, didasarkan pada hukum yang meningkat
(bagian pertama) dan hukum semakin berkurang (bagian kedua).
Sraffa
mencatat bahwa kedua hukum memiliki asal-usul dan bidang aplikasi yang berbeda
(karena itu tidak dapat menjelaskan dua bagian dari kurva yang sama): hukum
semakin berkurang diterapkan awalnya ekonomi dan diakuisisi oleh kelangkaan
tanah sebagai faktor produksi (teori sewa
diferensial dari David Ricardo ), hukum hasil yang
semakin meningkat diterapkan pada perusahaan individu dan diakuisisi oleh
manfaat daripembagian kerja . Yang pertama
memungkinkan untuk mempelajari hukum distribusi, kedua orang produksi. Marshall , namun diperpanjang hukum
yang semakin berkurang untuk setiap faktor produksi yang langka dan
menggantikan ekonomi eksternal untuk pembagian kerja untuk
memotivasi peningkatan hasil. Dalam kasus apapun, perhatia Sraffa terhadap
Marshall yakin dia bisa menentukan keseimbangan perusahaan individu dalam
industri tertentu dengan menganalisis sedikit demi sedikit dalam produksi dan
asumsi situasi yang sama di perusahaan lain di industri yang sama dan seluruh
ekonomi, Akan Tetapi:
- Seperti
yang menurun, ada dua kasus:
- jika
baik yang diproduksi dengan menggunakan proporsi yang signifikan dari
faktor langka, sedikit peningkatan produksi berarti peningkatan yang
signifikan dalam biaya yang baik, baik barang lainnya yang produksinya
digunakan; diikuti oleh permintaan yang lebih rendah untuk itu baik
dan faktor langka, maka penahanan biaya mereka;
- jika
baik yang diproduksi dengan menggunakan sejumlah kecil faktor langka,
sedikit peningkatan produksi diterjemahkan ke dalam pengurangan lebih
kuantitas faktor langka yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan lain
dalam penggunaan umum yang lebih besar; peningkatan faktor biaya
karena itu diabaikan;
- Seperti
yang meningkat, Marshall sama mencatat bahwa ekonomi eksternal tidak dapat
dikaitkan dengan jelas kepada industri tertentu, tetapi secara signifikan
mempengaruhi kelompok, sering besar, industri terkait; akibatnya,
tidak mungkin untuk membayangkan peningkatan hasil panen di salah satu
perusahaan mengambil mereka tidak berubah dari orang lain.
Sraffa
menyimpulkan bahwa, dalam persaingan sempurna, biaya produksi harus dianggap
sebagai konstan untuk perubahan kecil dalam kuantitas yang diproduksi dan teori
klasik dari biaya produksi yang lebih baik didirikan.
Kemudian
mempertimbangkan kasus sebaliknya monopoli, di mana harga tidak diberikan tapi
berbanding terbalik dengan kuantitas yang dijual, dan mencatat bahwa pengalaman
menunjukkan bahwa banyak perusahaan (khususnya sebagian besar dari mereka yang
memproduksi barang konsumen) dalam kondisi operasi penurunan biaya, yang
menurunkan harga untuk meningkatkan penjualan, seolah-olah mereka beroperasi
sebagai monopoli.Karena itu, perusahaan-perusahaan ini tidak beroperasi dalam
monopoli nyata, tetapi masih dapat memiliki masing-masing pasar khususnya.
Temuan
mereka kemudian akan dikembangkan oleh Joan Robinson dalam teorinya tentang persaingan tidak sempurna .
-
Teori Nilai (Production Of Commodities By Means Of
Commodities Produksi komoditas oleh sarana
komoditi)
Dengan
karyanya Produksi
Komoditas oleh Sarana Komoditi. Awal
kritik teori ekonomi ( 1960 ) bertujuan untuk meletakkan dasar teoritis untuk
kritik dari sekolah ekonomi lazim di zamannya, marjinal, dan untuk
menyempurnakan teori klasik nilai ekonomi yang dikembangkan oleh Ricardo.
Dalam
karya ini, yang telah menjadi tengara dalam sejarah pemikiran ekonomi, Sraffa
analisis model produksi linier di mana dimungkinkan untuk menentukan struktur
harga relatif dan salah satu dari dua variabel distribusi (tingkat keuntungan atau upah ), mengingat eksogen l '
variabel lain danteknologi , yang diwakili oleh jumlah
fisik aset individu yang diperlukan untuk memproduksi berbagai barang dengan
output mereka.
Penentuan
simultan menunjukkan bahwa nilai modal yang digunakan dapat diketahui hanya
dengan harga barang yang terdiri. Dengan cara ini mereka menjadi tidak
kompatibel dengan sistem ini teori-teori yang dimulai dari nilai-nilai data
input dan menjelaskan harga dengan remunerasi faktor-faktor ini sesuai
dengan produktivitas marjinal mereka.
Pada
intinya, Sraffa menunjukkan bahwa:
- Anda
tidak dapat menemukan hukum yang menentukan secara simultan upah dan
tingkat keuntungan (seperti remunerasi, masing-masing, tenaga kerja dan
modal), karena:
- tingkat
keuntungan hanya dapat ditentukan dengan memperbaiki gaji (atau
sebaliknya);
- tidak
mungkin untuk mengukur modal tanpa juga menentukan harga (termasuk
keuntungan), sehingga tidak mungkin untuk menghitung keuntungan
berdasarkan nilai modal (remunerasi nya);
- Anda
tidak dapat mengasumsikan bahwa semakin tinggi gaji, pekerjaan digantikan
oleh modal, karena nilai modal tergantung pada durasi investasi
awal; (disebut "kembalinya teknik") mempertimbangkan modal
durasi yang berbeda, mungkin juga terjadi bahwa Anda lebih memilih untuk
mengganti tenaga kerja dengan modal bahkan jika upah
meningkat; berikut bahwa tidak mungkin untuk atribut peningkatan
pengangguran upah, seolah-olah itu permintaan yang lebih rendah untuk
faktor produksi yang harganya telah meningkat.
Aparat
analitis ini digunakan oleh para pengikut Sraffa juga untuk kritik
terhadap teori
nilai Marx
dan solusi untuk masalah transformasi nilai-nilai ke dalam harga produksi . Menurut Luigi Pasinetti , Sraffa memungkinkan untuk mengatasi keterbatasan
dari sistem input-output dari Wassily Leontief , khususnya berkaitan dengan efek dari kemajuan
teknis; pendekatan Pasinetti baru-baru ini mengambil dan diperpanjang,
selalu sejalan dengan pemikiran Sraffa, Heinz Kurz dan Salvadori Blacks.
2.
Joan Violet Robinson
(1903-1983)
a. Profil
Nama
: Joan Violet Robinson
Tanggal
Lahir : Surrey ( Inggris), 31 Oktober 1903
Wafat
: 5 Agustus 1983
Kebangsaan
: Inggris Raya
Kontribusi
: Teori Pertumbuhan Cambridge
Robinson
terlahir dengan nama Joan Maurice di Surrey, inggris 1903. Keluarganya adalah
keluarga golongan menengah. Ayahnya seorang jenderal, penulis, dan akhir
hidupnya menjadi pemimpin sebuah akademi yang selanjutnya menjadi cikal bakal
universitas London. Ibunya seorang putri dari seorang profesor di universitas
Cambridge. Robinson sekolah di St. Pauls, sebuah sekolah khusus purti, dimana
ia belajar sejarah. Kemudian Robinson meneruskan pendidikannya ke Girton
College. Kemudian ia meneruskannya lagi ke Cambridge untuk belajar ekonomi.
Beberapa tahun ia tinggal di India bersama suaminya (ahli ekonomi Austin
Robinson), Robinson menghabiskan waktunya selama setengah abad sesudah
kelulusannya pada tahun 1925 untuk mengajar dan sebagai dosen di universitas
Cambridge sampai tahun 1984. Pada Tahun 1930 Robinson menjadi aktivis di
Cambridge Circus sebuah kelompok kecil para ahli ekonomi yang membantu
Keynes.
Pada awalnya Joan Robinson adalah pendukung ekonomi Klasik, kemudian dia mengubah pikirannya setelah bertemu dengan John Maynard Keynes. Sebagai anggota dari ‘Cambridge School’ Robinson kemudian memberi dukungan dan pengunjukan teori umum Keynes, dalam tulisan pertamanya pada tahun 1936 sampai tahun 1937 ia menulis tentang keterlibatan-keterlibatan tenaga kerja yang mencoba menjelaskan dinamika ketenaga kerjaan ditengah-tengah depresi besar pada tahun tersebut.
Pada tahun 1933 dia menulis bukunya yang berjudul Economics of Imperfect Competition yang memperkenalkan istilah “Monopsoni” yang menjelaskan tentang seorang pembeli dan seorang penjual monopoli. Kemudian pada tahun 1949, Joan Robinson diundang oleh Ragnar Frisch untuk menjadi wakil ketua dari Econometric Society. Pada tahun 1956 Joan Robinson menerbitkan karangan besar berjudul The Accumulation of Capital yang memperluas ekonomi Keynesian dalam jangka waktu yang sangat panjang. Enam (6) tahun kemudian ia menerbitkan buku lain tentang teori pertumbuhan, yang menjelaskan tentang konsep-konsep dari “usia keemasan” atau alur-alur pertumbuhan. Setelah itu ia mengembangkan teori pertumbuhan Cambridge dengan Nicholas Kaldor sampai tahun 1960. Ia juga menjadi salah satu peserta dalam kontroversi Cambridge bersama Piero Sraffa.
Di
penghujung hidupnya dia belajar dan berkonsentrasi pada permasalahan
metodologis dalam ekonomi dan mencoba menyempurnakan dari Teori Umum Keynes.
Pada tahun 1962 sampai 1980 Robinson menulis banyak buku yang mencoba membawa
beberapa teori ekonomi kepada masyarakat umum. Robinson mengusulkan untuk
mengembangkan satu alternatif pengembangan rohani dari ekonomi klasik.
Pada
tahun 1974 Robinson terpilih sebagai presiden Asosiasi Ekonomi Amerika.
Kemudian pada tahun 1983 ia menderita stroke dan meninggal dalam usia 79 enam
bulan kemudian di rumah sakit Cambridge.
b. Pokok-pokok
pikiran / teori Joan Robinson
1. Teori Persaingan Tidak Sempurna
Struktur pasar
persaingan tidak sempurna didasarkan pemikiran Pierro Sraffa dan Joan Robinson
serta Chamberlin pada tahun 1930-an. Sraffa menulis buku The law of Return
Under Competitive Condition, sedangkan Joan Robinson menulis The Theory of
Monopolistic Competition pada tahun 1933.
Asumsi-asumsi yang
mendasari pasar persaingan tidak sempurna, yaitu penetapan pajak secara
sepihak, sumbangan lainnya dari Robinson adalah mengenai eksploitasi tenaga
kerja. Robinson dipengaruhi oleh aliran sosial dan berpendapat setiap pekerja
harus dibayar sesuai dengan produktivitas marjinalnya.
Keseimbangan dalam pasar persaingan tidak sempurna dapat terjadi pada beberapa titik, yaitu pada saat ATC menurun, minimum atau menarik. Namun, keadaan yang lazim terjadi adalah pada saat ATC menurun dan hal ini disebabkan, antara lain oleh diferensiasi produk, under capacity, iklan dan kelembagaan.
Dalam menjelaskan pembuatan keputusan perusahaan Robinson menggunakan konsep pendapatan marjinal (marginal revenue), yakni tambahan pengembalian perusahaan yang diperoleh ketika perusahaan memproduksi dan menjual satu barang lagi. Bagi perusahaan kompetitif, pendapatan marjinal akan selalu merupakan harga yang sama, karena perusahaan dapat selalu menjual barangnya lebih banyak tanpa harus mengobral atau menurunkan harga. Tapi perusahaan dalam pasar persaingan sempurna akan mengalami kurva pendapatan marjinal yang lerengnya menurun. Untuk dapat menjual lebih banyak, mereka harus mengobral barang. Jika ini terjadi, beberapa konsumen akan membayar barang dibawah harga. Perusahaan akan kehilangan pengembalian ini. Dengan mempertimbangkan baik itu harga yang rendah dan penjualan yang tinggi, perusahaan mungkin akan memotong harga untuk menjual lebih banyak namun tidak mendapat pengembalian (yaitu pendapatan marjinal dari penjualan akan nol atau negatif). Sebaliknya perusahaan akan mendapat pengembalian lebih jika perusahaan menaikkan harga,dan mengurangi produksi dan penujualan.
Keseimbangan dalam pasar persaingan tidak sempurna dapat terjadi pada beberapa titik, yaitu pada saat ATC menurun, minimum atau menarik. Namun, keadaan yang lazim terjadi adalah pada saat ATC menurun dan hal ini disebabkan, antara lain oleh diferensiasi produk, under capacity, iklan dan kelembagaan.
Dalam menjelaskan pembuatan keputusan perusahaan Robinson menggunakan konsep pendapatan marjinal (marginal revenue), yakni tambahan pengembalian perusahaan yang diperoleh ketika perusahaan memproduksi dan menjual satu barang lagi. Bagi perusahaan kompetitif, pendapatan marjinal akan selalu merupakan harga yang sama, karena perusahaan dapat selalu menjual barangnya lebih banyak tanpa harus mengobral atau menurunkan harga. Tapi perusahaan dalam pasar persaingan sempurna akan mengalami kurva pendapatan marjinal yang lerengnya menurun. Untuk dapat menjual lebih banyak, mereka harus mengobral barang. Jika ini terjadi, beberapa konsumen akan membayar barang dibawah harga. Perusahaan akan kehilangan pengembalian ini. Dengan mempertimbangkan baik itu harga yang rendah dan penjualan yang tinggi, perusahaan mungkin akan memotong harga untuk menjual lebih banyak namun tidak mendapat pengembalian (yaitu pendapatan marjinal dari penjualan akan nol atau negatif). Sebaliknya perusahaan akan mendapat pengembalian lebih jika perusahaan menaikkan harga,dan mengurangi produksi dan penujualan.
Dengan menunjukkan
bagaimana naiknya harga dan kurangnya output produksi dapat meningkatkan
pendapatan perusahaan, Robinson mampu menjelaskan mengapa persaingan tidak
sempurna ditandai dengan produksi yang tidak cukup dan penggunaan sumber daya
yang tidak efisien. Karena persaingan tidak sempurna dapat menjelaskan
tingginya tingkat pengangguran yang terjadi di Inggris (sedangkan teori
persaingan sempurna tidak dapat menjelaskannya) pada tahun 1920-an dan pada
masa depresi tahun 1930-an.
Dalam The Economics of
Imperfect Competition, ia juga menunjukkan bahwa dalam persaingan tidak
sempurna, para pekerja menerima gaji yang kurang dari nilai produksi mereka.
Konsekuensinya, produktivitas marjinal tidak dapat bertahan ketika persaingan
tidak sempurna eksis. Dengan persaingan tidak sempurna pekerja tereksploitasi
oleh pengusaha yang kuat. Untuk mengembalikan kepada keadaan semula, Robinson
memperkenalkan gagasan monopsony, suatu kedaan dimana hanya ada satu majikan
pada suatu dareh geografis tertentu atau satu majikan bagi pekerja dengan
keterampilan tertentu. Dengan hanya satu majikan yang potensial, dan dengan
banyaknya pencari kerja, maka orang-orang berada pada keadaan kerugian
kompetitif. Mereka terpaksa menerima gaji yang ditawarkan oleh satu majikan saja.
Robinson mengakui bahwa dunia ini tidak terdiri dari pasar tenaga kerja
monopsonistik. Namun gagasan monopsonistik membantu dalam member perhatian pada
penentuan upah sebagai suatu proses tawar-menawar dan pada eksploitasi pekerja
karena kurnagnya tawar-menawar terhadap beberapa perusahaan besar.
Suatu dunia ekonomi yang bercirikan persaingan tidak sempurna juga memunculkan teori baru tentang determinasi harga, salah satunya diisyarakatkan oleh Robinson dan kemudian dikembangkan oleh ahli ekonomi pasca Keynesian. Dalam pasar persaingan, semua perusahaan adalah penentu harga; perusahaan harus menentukan harganya sesuai dengan kemampuan pasar dan apa yang dilakukan perusahaan lain dalam industri tersebut. Namun, dengan persaingan tidak sempurna, harga yang dibuat oleh produsen, yang melakukan mark-up pada biaya utama mereka (upah dasar). Semakin kecil persaingan industri, semakin tinggi kenaikan harga. Dan semakin tinggi kebutuhan perusahaan akan sumber daya internal untuk ekspansi, akan semakin besar mark-upnya.
Dalam karyanya, Joan
Robinson tidak menonjolkan permasalahan yang berkaitan dengan diferensiasi
produk. Gagasan Robinson dipaparkan dengan banyak menggunakan teknik geometrik.
Berdasarkan teknik tersebut ditarik berbagai kesimpulan mengenai realitas dalam
dunia ekonomi riil, diantaranya kesimpulan-kesimpulan sekitar masalah ekonomi
kesejahteraan (welfare economics). Dalam penelitiannya Joan Robinson
menyisipkan normatif dengan sadar atau tidak. Misalnya, dalam pandangannya
terhadap masalah monopsoni dipasar, hal itu juga disoroti dari segi moral.
Dalam hubungan ini, oleh Joan Robinson ditekankan tidak adanya efisiensi dalam
kondisi persaingan yang tidak sempurna. Lagi pula dalam keadaan serupa itu
terjadi pemersan terhadap tenaga kerja. Sebab, akan timbul perbedaan antara
tingkat upah disatu puhak (yang secara riil diterima oleh tenaga kerja) dan
nilai produk marjinal dari tenaga kerja itu dipihak lain. Dalam pandangan Joan
Robinson, dikala ada monopoli di pasar barang ataupun monopsoni di pasar tenaga
kerja, maka hal itu satu sama lain akan membawa pemerasan (exploitation).
Dalam pasar persaingan
tidak sempurna juga Robinson memperkenalkan analisisnya tentang diskriminasi
harga. Para ahli ekonomi telah mengetahui bahwa perusahaan monopoli besar
menetapkan harga yang berbeda untuk orang yang berbeda, tetapi Robinson orang
pertama yang menjelsakan prinsip cara kerja dan konsekuensinya. Robinson
menunjukan bahwa diskriminasi harga hanya ada dalam monopoli atau persaingan
tidak sempurna. Melalui diskriminasi harga, perusahaan-perusahaan monopili
dapat menaikan pendapatan dan laba mereka.
Dalam pemberlakuan diskriminasi harga, perusahaan-perusahaan perlu membagi pasar untuk produknya menjadi dua bagian: konsumen yang ingin dan dapat membayar dengan harga tinggi dan konsumenyang sensitif terhadap harga. Kemudian perusahaan perlu mencari cara untuk menetapkan harga yang lebih tinggi pada kelompok pertama. Salah satu cara adalah dengan menetapkan harga berbeda waktu yang berbeda dalam satu hari. Karena itu, perusahaan telepon, misalnya, akan memberikan harga yang lebih rendah pada malam hari dan akhir minggu. Pelanggan bisnis, yang umunya tidak sensistif terhadap harga, akan membayar pada harga yang tinggi dan individu akan membayar pada tingkat pengurangan biaya pulsa telepon terendah. Kupon diskon juga membantu dalam pembagian pasar dan memungkinkan adanya diskriminasi harga. Mereka yang peduli pada harga akan mengambil kupon dan membeli barang dengan harga yang lebih rendah; jadi mereka tidak akan membayar penuh. Demikian juga, praktik penetapan harga dengan tawar-menawar seperti pada dealer mobil akan mengakibatkan diskriminasi harga. Disini para penawar, karena tidak ingin membeli dengan harga tinggi, dapat membeli mobil dengan harga yang lebih murah dari pada mereka yang tidak mau menawar.
2. Teori Produktivitas Distribusi Marjinal
Berawal dari
permasalahan terhadap analisis permintaan dan penawaran, menurut Robinson,
berhubungan dengan modal. Robinson memicu perdebatan yang kemudian dikenal
dengan nama “Kontroversi Cambridge” (Cambridge Controversy), dengan krtikinya
atas teori distribusi dari kaum marjinalis. Menurut teori ini tingkat laba
ditentukan oleh produktivitas marjinal dari modal. Persoalan yang diangkat
Robinson adalah bagaimana mengukur modal untuk mencari produk marjinalnya.
Pertanyaan yang sederhana dan kurang disadari ini muncul dan menimbulkan debat
sengit antara Cambridge Inggris dan Cambridge Massachussets tentang kemungkinan
pengukuran modal ketika tidak diketahui beberapa tingkat laba.
Pembentukan kurva
permintaan teori produktivitas Distribusi marjinal ini perlu menghubungkan
tingkat keuntungan dengan kuantitas modal. Masalahnya adalah modal bukanlah
barang yang homogeni (seperti tenga kerja) yang dapat dihitung dan dijumlah.
Modal bisa terdiri atas pabrik-pabrik besar dan kecil, bagian perakitan, palu
dan obeng, computer dan perangkat lunak. Barang-barang ini tidak memiliki
persamaan yang membuat kita bisa mencari “jumlah” modal, Karena itu diperlukan
pendekatan yang lain.
Cara tradisional dalam
menghitung barang modal adalah menghitung nilainya, atau kemungkinan
kemampulabaan dimasa depan. Cara ini dianggap paraktis atau bisa menjelaskan
persoalan, tetapi cara ini tiak memuaskan sebagai bagian dari teori yang
menjelaskan apa yang menetukan tingkat keuntungan. Seperti yang ditunjukkan
Robinson, jika teori ekonomi dianggap bisa menjelaskan tingkat keuntungan,
teori ini tidak berasumsi mengetahui kemampulabaan modal untuk mengukur jumlah
modal. Prosedur ini melingkar, karena itu teori distribusi produktivitas
marjinal harus diabaikan.
Kritik Robinson atas
teori ekonomi mikro juga mendukung pendekatan makroekonomi dari Keynes. Jika
kita menolak produktivitas marjinal sebagai suatu teori distribusi, maka
penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja tidak menentukan upah dan
lapangan kerja. Kita tidak lagi punya alasan kuat untuk percaya kalau
pengangguran akan hilang dengan menunggu turunnya upah. Demikian juga, jika
gagasan keseimbangan tidak berguna bagi studi ekonomi riil maka tidak ada alasan
berasumsi bahwa pasar tenaga kerja akan jelas pada keseimbangan lapangan kerja
penuh.
3.
Model Akumulasi Modal Joan Robinson
Joan
Robinson didalam bukunya The Accumulation of Capital mmebangun model
pertumbuhan ekonomi yang sederhana berdasarkan “aturan main kapasitas’. Model
ini “tidak begitu banyak berkaitan dengan pergeseran ekuilibrium dalam
perekonomian kapitalis, tetapi ditambah dengan pengkajian sifat-sifat
pertumbuhan ekuilibrium”.
Model
robinson didasarkan pada asumsi berikut:
a) Perekonomian
liberal yang tertutup
b) Dalam perekonomian itu hanya ada buruh dan
modal sebagai faktor produksi
c) Untuk
memproduksi suatu output tertentu, modal dan buruh dipergunakan dengan proporsi
tetap
d) Kemajuan
teknik yang netral
e) Tidak
ada kelangkaan buruh dan pengusaha dapat mempekerjakan buruh sebanyak yang
mereka sukai
f) Hanya
ada dua kelas pekerja dan pengusaha yang menjadi penerima pendapatan nasional
g) Para
pekerja sama sekali tidak menabung dan membelanjakan seluruh upahnya untuk
konsumsi
h) Para
pengusaha sama sekali tidak mengkonsumsi tetapi menabung dan menanamkan
keseluruhan pendapatan mereka (yang didapat dari laba) untuk pembentukan modal.
“ Jika mereka tidak memperoleh laba, para pengusaha itu tak dapat menumpuk
modal, dan kalau tidak menumpuk modal, mereka tidak memperoleh laba”.
i)
Tidak ada perubahan dalam tingkat harga.
Pendapatan
nasional netto di dalam model Robinson adalah jumlah rekening upah total plus
keuntungan total, yang dapat dinyatakan sebagai:
Y
= wN + pK
dimana
Y adalah pendapatan nasional netto, w tingkat upah nyata, N jumlah buruh yang
dipekerjakan, p tingkat keuntungan dan K jumlah modal. Disini Y adalah fungsi N
dan K. Karena tingkat keuntungan amatlah penting didalam teori akumulasi modal,
hal itu dapat dinyatakan sebagai:
P
= (Y – wN) / K
Dibagi
dengan N, p = [(Y / N) - w] / (K / N)
Dengan
mengganti Y/N = 1 dan K/N=q (theta), kita peroleh:
P
= (1-w) / q
Jadi
tingkat keuntungan adalah rasio antara produktivitas buruh minus rekening upah
nyata total terhadap jumlah modal yang dipergunakan untuk setiap unit buruh.
Dengan kata lain, tingkat keuntungan (p) tergantung pendapatan (Y),
produktivitas buruh (1), tingkat upah nyata (w) dan rasio modal-buruh (q).
Pada
sisi pengeluaran (expenditure), pendapatan nasional netto (Y) sama dengan
pengeluaran
konsumsi (C) plus pengeluaran investasi (I),
Y
= C + I
Karena
Joan robinson mengasumsikan bahwa tabungan dari upah adalah nol dan hanya
pengusaha yang menabung, keuntungan diartikan untuk investasi saja, maka kita
peroleh :
S
= I
Hubungan tabungan-investasi ini dapat
dinyatakan sebagai:
S
= pK
Dan
I = DK [DK adalah
kenaikan dalam modal nyata]
p
K = DK
atau
p = DK/K = (1-w)/ q
karena
tingkat pertumbuhan modal (DK/K) sama dengan p (tingkat keuntungan), maka ia
tergantung pada rasio hasil netto dari modal (net natural on capital) relatif
terhadap stok modal tertentu. Jika pendapatan naik dan tingkat upah tetap, maka
tingkat keuntungan akan cenderung meningkat. Tingkat keuntungan dapat juga naik
jika rasio modal-buruh turun. Dengan cara inilah para pengusaha memaksimalkan
keuntungan.
4.
Teori Perdagangan Internasioal
Robinson
juga tokoh penting dalam memperluas ekonomi Keynes sampai kebidang dunia
internasional. Secara tradisional, para ahli ekonomi menyataka bahwa perubahan
nilai tukar atau aliran uang akan memperbaiki setiap ketidakseimbangan yang
terjadi. Negara dengan surplus perdangan akan mendapatkan pemasukan uang atau
penguatan nilai mata uang. Hal ini akan membuat harga barang mereka menjadi
mahal bagi penduduk Negara lain dan akan mengurangi ekspor. Negara yang defisit
akan mengalami hal yang sebaliknya, barang mereka akan lebih murah dinegara
lain dan banyak mengekspor barang; menurut teori ekonomi standar, perubahan
harga akan membawa perdagangan pada keseimbangan.
Berlawanan dengan
pandangan konvensional ini, Robinson menyatakan bahwa ada satu mekanisme
penyesuian Keynesian. Masalah perdagangan diselesaikan melalui perubahan
pendapatan ketimbang melalui perubahan harga relatif. Negara yang mengalami
defisit perdagangan gagal menjual barang yang cukup keseluruh dunia.
Konsekuensinya produksi turun dan pengangguran meningkat. Akibatnya penduduk
Negara ini mengurangi pembelian barang dan jasa dari Negara lain sehingga
defisit perdagangannya akan menuju keposisi keseimbangan. Tapi hal ini
berdampak pada Negara surplus, yang kini mengalami penurunan permintaan barang
yang mereka produksi. Surplus perdagangan mereka berkurang tetapi tingkat
pengangguran mereka juga meningkat.
Robinson selanjutnya memperluas
teori Keynes dengan meneliti perdagangan internasional dalam konteks yang
dinamis atau bagaimana kesimbangan perdagangan berubah sepanjang waktu.
Ketimbang menganggap perdagangan internasional sebagai suatu cara terbaik bagi
Negara-negara untuk membagi tugas memproduksi barang yang berbeda. Robinson
melihat perdagangan luar negeri sebagai bagian strategi pertumbuhan nasional.
Surplus perdagangan,
khususnya ketika tercapai dengan spesialisasi dalam industry manufaktur, maka
dengan sendirinya akan menaikan tingkat keuntungan domestik yang akan
memperbesar investasi dan perkembangan teknologi. Hal ini, pada gilirannya,
akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja domestik dan memperbesar
pendapatan. Karena itu perdagangan surplus dapat memicu perkembangan jangka
panjang dalam produktivitas dan taraf hidup. Sehingga dari surplus perdangan
yang dihasilkan akan memacu pertumbuhan ekonomi.
Relevansi Teori Joan Violet
Robinson
1.
Teori
Persaingan Tidak Sempurna
2.
Teori
Produktivitas Marginal
3.
Model
akumulasi Modal
4.
Teori
Perdagangan Internasional
5.
Edward Hasting
Chamberlin (1899-1967)
Edward Hastings Chamberlin (18 Mei
1899 - 16 Juli 1967) adalah seorang ekonom Amerika. Ia lahir di La Conner,
Washington, dan meninggal di Cambridge, Massachusetts.
Chamberlin belajar pertama di
University of Iowa (di mana ia dipengaruhi oleh Frank H. Ksatria), kemudian
mengejar studi pascasarjana-tingkat di University of Michigan, akhirnya
menerima gelar Ph.D. dari Harvard University pada tahun 1927.
Untuk sebagian besar karirnya
Edward Chamberlin mengajar ekonomi di Harvard (1937-1967). Dia membuat
kontribusi signifikan untuk ekonomi mikro, khususnya pada teori persaingan dan
pilihan konsumen, dan hubungan mereka dengan harga. Edward Chamberlin
menciptakan istilah "diferensiasi produk" untuk menggambarkan
bagaimana pemasok mungkin dapat mengisi jumlah yang lebih besar untuk produk
dari persaingan sempurna akan memungkinkan. Pada tahun 1962 itu mengaku sebagai
akademisi yang sesuai untuk RACEF tersebut.
Kontribusi yang paling signifikan
adalah teori persaingan monopolistik Chamberlinian. Chamberlin menerbitkan
bukunya The Theory of Persaingan Monopoli pada tahun 1933, tahun yang sama
bahwa Joan Robinson menerbitkan bukunya pada topik yang sama: The Economics of
Imperfect Competition, jadi dua ekonom tersebut dapat dianggap sebagai orang
tua dari studi modern persaingan tidak sempurna. Ia juga dianggap sebagai salah
satu ahli teori pertama yang menerapkan ide penerimaan marjinal, yang implisit
pada teori monopoli Cournot's di 1920's-an dan awal 1930's. Chamberlin diduga
telah melakukan "tidak hanya percobaan pertama pasar, tetapi juga
percobaan ekonomi pertama dalam bentuk apapun, "dengan percobaan ia
digunakan di dalam kelas untuk menggambarkan bagaimana harga tidak selalu
mencapai keseimbangan Chamberlin menyimpulkan. bahwa sebagian besar harga pasar
ditentukan oleh aspek monopoli dan persaingan.
Teori Chamberlin tentang persaingan
monopolistik digunakan oleh sosiolog Harrison Putih dalam "pasar dari
jaringan" model struktur pasar dan persaingan.
Karya-karya Chamberlin, Robinson,
dan kontributor lainnya untuk Paradigma Struktur-Perilaku-Kinerja berat diskon
oleh ahli teori permainan pada tahun 1960, namun pemenang Nobel Prize-Paul
Krugman dan lain-lain membangun fondasi Teori Baru Perdagangan Internasional
dengan menggabungkan tersebut teori struktur industri dengan fungsi produksi
yang diasumsikan skala ekonomi yang signifikan dan ruang lingkup.
Teori"Monopoli-Kompetisi" Chamberlin
Contoh Persaingan Monopoli
Edward Hastings Chamberlin (b. 1899) pada
tahun 1933 menerbitkan Teori Persaingan Monopoli sebagai reorientasi teori
nilai, yang dirancang untuk mendasarkan pada sintesis teori monopoli dan
persaingan. Ia berpendapat bahwa gagasan lama monopoli dan persaingan sebagai
alternatif adalah salah; dan bahwa kebanyakan situasi adalah komposit di mana
unsur-unsur dari kedua monopoli dan persaingan digabungkan. Tapi dia menegaskan
bahwa prosedur yang benar adalah mulai dari teori monopoli. Ini, menurutnya,
memiliki kebaikan tidak ada unsur kompetitif menghilangkan, karena ini
beroperasi melalui permintaan untuk produk monopoli; sedangkan sebaliknya
asumsi alternatif kompetisi mengesampingkan unsur-unsur monopoli.
Dengan demikian, dalam mengambil monopoli
sebagai titik awal, pendekatan Chamberlin adalah mirip dengan Cournot.
Tapi, sementara dengan Cournot transisi ke
persaingan sempurna terjadi hanya pada skala jumlah pesaing, dengan Chamberlin
itu terjadi juga pada skala substitusi produk. Setiap produsen yang produknya
secara signifikan berbeda dari produk orang lain memiliki beberapa monopoli
itu, tunduk pada kompetisi pengganti. Dia menganggap setiap produsen dalam
industri sebagai memiliki beberapa monopoli dalam produk sendiri. Jika dia
menjadi satu-satunya penjual produk yang unik, ia memiliki monopoly.1 murni
Jika ada dua penjual produk sejenis, situasi adalah salah satu dari
"duopoli." Jika ada beberapa, sebuah "oligopoli" ada.
Kondisi ini dapat berkisar melalui berbagai tingkat oligopoli persaingan murni,
di mana ada begitu banyak penjual produk yang sangat standar yang salah satu
bisa menjual semua produk tanpa mempengaruhi permintaan. Persaingan murni hanya
ditemukan di bawah kondisi ganda (a) sejumlah besar, dan (b) produk sempurna
standar. Kondisi yang biasa Chamberlin anggap berada di daerah menengah, di
mana beberapa unsur "monopoli" ada, dan yang dia sebut
"persaingan monopolistik."
Inersia ekonomi dan gesekan yang
"ketidaksempurnaan" yang ia tidak menganggap sebagai bagian dari
"persaingan monopolistik."
Untuk Chamberlin, sebenarnya
"kompetisi" 1 meliputi upaya pesaing untuk meningkatkan kekuatan
monopoli mereka.
Jadi Chamberlin pusat-pusat pemikiran pada
produk. Setiap produsen, di bawah "persaingan monopolistik,"
menghadapi persaingan dari "pengganti" produk yang tidak identik dan
yang dijual oleh kekhawatiran lain dengan berbagai kebijakan harga, dan biaya
penjualan. Ini hanya membatasi "monopoli" nya produk sendiri.
Kurva permintaan individu (atau penjualan)
untuk produk yang satu penjual kemudian dianggap sebagai dipengaruhi oleh
kebijakan pasar penjual individu lain yang produknya pengganti parsial. Total
penjualan kelompok sebagian bersaing produk pengganti diperlakukan sebagai
membatasi penjualan produk dari salah satu penjual. Di bawah "murni"
Kompetisi (banyak penjual dan produk yang sama sekali standar) kurva permintaan
horizontal (pendapatan rata-rata) akan ada untuk produk masing-masing pesaing
individu. Ini berarti harga yang sama. Chamberlin berpendapat bahwa
"murni" Kompetisi akan memaksa semua pesaing individu untuk mengobati
keuntungan diferensial, atau sewa, biaya, sama seperti biaya lainnya
Chamberlin menekankan efek penilaian oleh
salah satu penjual mengenai kebijakan saingannya ', kemungkinan pembalasan, dll
Dia juga berpendapat bahwa biaya penjualan seperti iklan bukan bagian dari
biaya produksi, tetapi dikeluarkan untuk meningkatkan penjualan produk
tertentu; dan dengan demikian mereka mempengaruhi kurva permintaan. Sepanjang,
ide dasarnya adalah bahwa, tidak peduli seberapa kecil, setiap diferensiasi
produk penjual memberinya sejauh itu monopoli. Dan semua kondisi ini, umumnya
ditemukan di pasar yang kompetitif, yang baik "kotoran" dalam sifat
unsur monopoli, atau berhubungan dengan unsur-unsur tersebut. Mereka membuat "murni"
Kompetisi mustahil.
Dan esensi dari "monopoli," dan
karenanya "persaingan monopolistik," dipandang sebagai berbaring di
perbedaan - (1) perbedaan kebijakan harga, (2) perbedaan sifat produk, dan (3)
perbedaan seperti usaha penjualan pengeluaran iklan. Ini merupakan kontribusi
dari Chamberlin untuk mengembangkan kedua dan ketiga variabel ini sebagai yang
timbul dari campuran monopoli dan persaingan.
Chamberlin dimulai dengan satu perusahaan
dan mengembangkan ide harga monopoli dan harga yang kompetitif seperti yang
ditentukan oleh perpotongan kurva pendapatan atau penjualan dengan kurva biaya.
Entah kurva penerimaan marjinal, atau kurva pendapatan rata-rata (dari mana ia
berasal), dapat digunakan untuk menentukan output monopoli dan harga, mantan
dengan memotong kenaikan kurva biaya marjinal, yang terakhir dengan metode
Marshallian akrab pas daerah keuntungan maksimum antara itu dan kurva biaya
rata-rata, yang meliputi sewa atau perbedaan dan dengan demikian sama dengan
harga rata-rata.
Analisis terhadap ketiga variabel kemudian
diperluas di luar perusahaan untuk kelompok penjual, yang dapat diambil sebagai
sesuai dengan konvensional "industri," tergantung pada seberapa luas
"kelas produk" dipahami dalam kasus tertentu. Kelompok ini
dianalisis, pertama di bawah asumsi simetri (semua anggotanya diasumsikan
memiliki biaya seragam dan kurva permintaan). Kemudian beberapa pertimbangan
diberikan kepada apa yang mungkin terjadi jika "keragaman kondisi"
ada. Jika biaya penjualan tidak besar, dan jika mereka mengurangi kemiringan
kurva permintaan penjual, meningkatkan mereka dapat mengakibatkan harga yang
lebih rendah. Variasi produk dapat menyebabkan baik output yang lebih kecil
atau lebih besar. Keseimbangan Group (dengan "peringatan" pesaing)
harus menghasilkan optimal sehubungan dengan semua variabel, dan tidak ada
keuntungan di atas minimum yang diperlukan untuk setiap produsen.
Kesimpulan itu diambil bahwa dalam
persaingan monopolistis harga keseimbangan lebih tinggi, dan volume output
mungkin (tidak selalu) lebih rendah, daripada di bawah persaingan murni. Laba
bersih perusahaan, bagaimanapun, mungkin atau mungkin tidak lebih tinggi
daripada di bawah persaingan murni karena biaya yang diperlukan untuk
mempertahankan unsur-unsur monopoli dan yang sering meningkat dengan perkalian
dari produk pengganti sekitar monopoli. Chamberlin berpendapat bahwa persaingan
monopolistik tidak perlu membawa keuntungan yang lebih tinggi untuk perusahaan
marginal dalam suatu industri tertentu. Sebaliknya itu memungkinkan adanya
sejumlah besar perusahaan membuat keuntungan normal.