PENGARUH JUMLAH PENGANGGURAN,
RATA-RATA LAMA SEKOLAH DAN UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP JUMLAH TINDAK KRIMINAL DI INDONESIA TAHUN 2011
Ana Syukriyah
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kriminalitas
merupakan segala sesuatu baik tindakan maupun pemikiran yang mengarah pada
pelanggaran hukum yang berlaku. Pelaku dari tindak kriminalitas disebut dengan
kriminal.
Kejahatan pada
hakekatnya timbul karena karakter manusia yang melakukan kejahatan, kemiskinan,
kesempatan kerja, dan faktor lain yang membuka peluang seseorang untuk berbuat
jahat seperti sedikitnya patroli polisi, keadaan jalan & lingkungan,
kepadatan penduduk, nilai harta penduduk, frekuensi ronda, dan efektivitas
lembaga kejaksaan & kehakiman (Reksohadiprodjo dan Karseno,lgBS). Pendapat
lain mengemukakan bahwa faktor personal, faktor sosial, dan factor situasional
dapat menyebabkan munculnya kejahatan (separovic, 1985). Faktor personal
mencakup faktor biologis (umur, jenis kelamin, mental, dan lain-lain), dan, dan
waktu. Bagi Sharp, et.al.(1996), faktor utama yang cenderung menimbulkan
perilaku kriminal faktor psikologis (agresivitas, kecerobohan, dan
keterasingan). Faktor sosial terkait dengan faktor imigran, minoritas, dan
pekerjaan. Kemudian faktor situasional antara lain situasi konflik, tempatadalah
nafsu dan emosi yang tidak terkendali, kemiskinan, dan rendahnya standar
nilai-nilai social masyarakat. Tentunya masih ada faktor lain yang juga dapat
menjadi pemicu munculnya tindakan kriminal.

Berdasarkan data
diatas menunjukan adanya perbedaan jumlah kriminalitas di 32 provinsi di
Indonesia. Semakin tinggi jumlah kriminalitas menunjukan semakin banyak tindak
kejahatan pada masyarakat yang merupakan indikasi bahwa masyarakat merasa
semakin merasa tidak aman.
Adapun faktor faktor
yang mempengaruhi jumlah tindak kriminalitas di Indonesia memiliki keterkaitan
yang erat antar semua pelaku, kegiatan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkat
pembangunan ekonomi disuatu negara.Berangkat dari masalah demikian, penelitian
ini akan menganalisis sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
kriminalitas di Indonesia dari pendekatan ekonomi. Secara khusus, penelitian
ini mempunyai tujuan yaitu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kriminalitas di Indonesia.Selain itu tujuan dari penelitian ini yaitu
mengetahui seberapa besar pengaruh variable pengangguran, rata-rata
lama sekolah dan upah
mminimum provinsi terhadap
jumlah kriminalitas di provinsi Indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pengaruh pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia?
2.
Bagaimana
pengaruh rata-rata lama sekolahterhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia?
3.
Bagaimana
pengaruh upah minimum provinsiterhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia?
1.3 Tujuan
Penelitian
1.
Dapat
mengetahui pengaruh pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
2.
Dapat
mengetahui pengaruh rata-rata lama sekolahterhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
3.
Dapat
mengetahui pengaruh upah minimum provinsiterhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Kriminalitas
Istilah
kriminal atau kejahatan mempunyai pengertian secara yuridis-formal dan
sosiologis (Kartini Kartono,1992). Secara yuridis formal, kejahatan adalah
bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan
masyarakat, asosial sifatnya, dan melanggar hukum serta undang-undang
pidana.Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan
tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat
merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan
warga masyarakat
Kriminalitas
atau tindak kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar
norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya (anonim). Tindakan
kriminal sangat berdampak negatif terhadap kehidupan bermasyarakat antara lain
menimbulakan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan kepanikan. Disamping itu
banyak materi yang terbuang sia-sia (Kartono, 1999).
Tipe-tipe kejahatan menurut Light,
Keller, dan Callhoun dalam bukunya yang berjudul Sociology (1989) :
1. Kejahatan tanpa korban (crime without
victim)
Kejahatan
ini tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang
lain. Contoh : perbuatan berjudi, penyalahgunaan obat bius, mabuk-mabukan,
hubungan seks yang tidak sah yang dilakukan secara sukarela oleh orang dewasa.
Meskipun tidak membawa korban, perilaku-perilaku tersebut tetap di golongkan
sebagai perilaku menyimpang dan ini merupakan permasalahan sosial juga.
Kejahatan jenis ini dapat mengorbankan orang lain apabila menyebabkan tindakan
negatif lebih lanjut, misalnya seseorang ingin berjudi tapi karena ia tidak
memiliki uang lalu ia mencuri harta milik orang lain.
2. Kejahatan terorganisasi (organized crime)
Pelaku
kejahatan merupakan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan berbagai
cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum.
Misalnya, komplotan korupsi, penyediaan jasa pelacur, perjudian gelap, penadah
barang curian, atau pinjaman uang dengan bunga tinggi.
3. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan
ini merupakan tipe kejahatan yg mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh
orang terpandang atau orang yang berstatus tinggi dalam rangka pekerjaanya.
Contoh : penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan oleh pemilik
perusahaan, atau pejabat Negara yang melakukan korupsi.
4. Kejahatan korporat (corporate crime)
Kejahatan
ini merupakan kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan
menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Misalnya, suatu perusahaan membuang
limbah beracun ke sungai dan mengakibatkan penduduk sekitar mengalami berbagai
jenis penyakit.
2.2
Pengangguran
Pengangguran
adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif
sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat
memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sukirno,
1999).
Jenis-jenis
pengangguran berdasarkan penyebabnya digolongkan menjadi pengangguran alamiah, pengangguran friksional, pengangguran struktural. Jenis-penis pengangguran
berdasarkan cirinyadigolongkan menjadi pengangguran terbuka, pengangguran
tersembunyi, pengangguran
musiman, setengah menganggur.
Pengangguran
terbuka
merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang
sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak
mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan
mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Menghindari masalah
kejahatan di satu pihak pengangguran menyebabkan para pekerja kehilangan
pendapatan. Akan tetapi di lain pihak, ketiadaan pekerjaan tidak akan
mengurangi kebutuhan untuk berbelanja, sewa rumah harus dibayar, keluarga
memerlukan pengeluaran untuk makanan dan biaya sekolah anak-anak mesti terus
dibayar. Sering kali yaitu apabila tiada tabungan dan sumber pendapatan lain,
pengangguran menggalakkan kegitan kejahatan. Terdapat kaitan erat diantara
masalah kejahatan dan masalah pengangguran, yaitu semakin tinggi pengangguran
,semakin tinggi kasus kejahatan. Dengan demikian usaha mengatasi pengangguran
secara tak langsung menyebabkan pengurangan dalam kejahatan(Sukirno,2004).
2.3
Rata-rata lama sekolah
Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan formal
yang dicapai oleh masyarakat suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama
sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-rata lama
sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15
tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang diikuti. Untuk
meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program
wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP. Untuk
memperoleh pekerjaan yang ditawarkan di sektor modern didasarkan kepada tingkat
pendidikan seseorang dan tingkat penghasilan yang dimiliki selama hidup
berkorelasi positif terhadap tingkat pendidikannya. Tingkat penghasilan ini
sangat dipengaruhi oleh lamanya seseorang memperoleh pendidikan (Todaro, 2000).
Rata-rata lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu daerah.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital)
yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin cepat pula peningkatan penghasilan yang
diharapkannya, lebih besar dari biaya-biaya pribadi yang harus dikeluarkannya.
Untuk dapat memaksimumkan selisih antara keuntungan yang diharapkan dengan
biaya-biaya yang diperkirakan, maka strategi optimal bagi seseorang adalah
berusaha menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin (Todaro, 2000).
Hubungan rata-rata pendidikan terhadap
kriminalitas dapat dinyatakan dengan hipotesis bahwa semakin tinggi rata-rata
pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya sehingga dapat
mencegah orang tersebut melakukan tindak kejahatan.Selain itu semakin
tinggi rata-rata lama sekolah maka akan
semakin mudah pula untuk mendapatkaan perkerjaan sehingga dapat mengurangi
tindakan kejahatan karena adanya desakan faktor ekonomi.
2.4
Upah minimum provinsi
Di Indonesia, kebijakan pengupahan didasarkan pada
konstitusi yakni UUD Pasal 27 ayat (2). Prinsipnya besar upah haruslah; pertama,
mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, kedua,
mencerminkan pemberian imbalan atas hasil kerja seseorang dan ketiga,
memuat pemberian insentif yang mendorong peningkatan produktivitas kerja dan
pendapatan daerah/nasional.Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh seorang
pekerja sehubungan dengan pekerjaannya dapat digolongkan kedalam 4(empat)
bentuk yaitu :
a.
Upah atau gaji yaitu gaji pokok yang didasarkan pada
kepangkatan atau masa kerja seorang pekerja.
b.
Tunjangan dalam bentuk natura seperti; beras, gula,
garam, pakaian dll.
c.
Fringe Benefits yaitu jenis benefit lain yang diterima oleh
seseorang diluar gaji sehubungan dengan jabatan atau pekerjaannya.
d.
Kondisi lingkungan kerja.
Besarnya upah minimum
ditetapkan satu tahun sekali setelah didahului dengan survey tentang Kebutuhan
Hidup Layak (KHL). Dinas Tenaga Kerja bersama Dewan Pengupahan menghitung nilai
KHL menurut hasil survey. Komponen yang disurvey dapat digolongkan kedalam 5
kelompok yaitu kelompok makanan dan minuman, kelompok bahan bakar dan penerangan, kelompok perumahan dan peralatan, kelompok pakaian, kelompok lain-lain.Dalam rangka menetapkan Upah
Minimum Regional (UMR), maka perlu dilihat dasar pertimbangan penetapan Upah
Minimum Regional yaitu:
a.
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Dalam usulan penetapan upah minimum,
nilai KHM merupakan salah satu pertimbangan utama. Setiap pengusulan harus
menggambarkan adanya penambahan pendapatan buruh secara riel bukan kenaikan nominal.
Penetapan KHM diatur dalam Kep. Menteri Tenaga Kerja No. 81/Men/1995.
b.
Indeks Harga Konsumen (IHK). Pada prinsipnya perkembangan IHK
mempengaruhi perkembangan KHM, sebab komponen-komponen yang tercantum dalam KHM
harus selalu dibandingkan dengan perkembangan IHK.
c.
Perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan penetapan upah minimum
diharapkan dapat memberikan tingkatan upah yang layak dan wajar, sehingga hal
ini dapat mendorong peningkatan produktivitas yang pada gilirannya dapat
meningkatkan perluasan/perkembangan usaha (multiplier effect) yang
berarti memperluas kesempatan kerja.
d.
Upah pada umumnya yang berlaku secara regional. Patokan untuk menentukan
dalam pengusulan upah minimum regional adalah tingkat upah yang berlaku secara
regional bagi propinsi yang bersangkutan maupun dengan daerah yang berdekatan.
Untuk hal ini setiap daerah perlu mengadakan komunikasi dengan daerah lain yang
berdekatan atau perbatasan untuk memperoleh informasi tingkat upah terendah
yang berlaku didaerah tersebut. Upah yang ditetapkan harus sepadan dengan upah
yang berlaku didaerah yang bersangkutan. Diferensiasi upah antar daerah tidak
merangsang terjadinya migrasi perburuhan.
e.
Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Dalam upaya
penetapan usulan upah minimum, perlu mempertimbangkan kemampuan, perkembangan
dan kelangsungan perusahaan. Hal ini penting agar upah yang ditetapkan dapat
terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan gejolak dalam pelaksanaannya.
f.
Tingkat perkembangan perekonomian. Untuk penetapan besarnya UMR yang
baru, nilai tambah yang dihasilkan oleh buruh dapat dilihat dari adanya
perkembangan PDRB dalam tahun yang bersangkutan.
Menurut Alghofari (2010 : 15), tenaga kerja
menetapkan tingkat upah minimumnyapada tingkat upah tertentu. Jika seluruh upah
yang ditawarkan besarnya di bawah tingkatupah tersebut, seorang pekerja akan
menolak mendapatkan upah tersebut dan hal ini akan menyebabkan pengangguran dan
meningkatkan jumlah tindak kriminal.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber
data
Jenis
penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dimana didalam penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan ilmiah terhadap keputusannya.
Pendekatan ini berangkat dari data yang kemudian data ini di proses dan
dimanipulasikan menjadi informasi yang berharga bagi pengambilan keputusan
(Kuncoro, 2007:1)
Jenis
data yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini menurut sumbernya
adalah cross section. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang
dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat
pengguna data. Data penelitian ini diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik).
3.2 Variabel
Dependen dan Independen
Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah jumlah tindak
kriminal di
Indonesia dan variabel independennya adalah jumlah pengangguran, rata-rata lama
sekolah dan upah minimum provinsi.
3.3 Metode
Analisis Data
Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS. Inti metode OLS
adalah mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah dari
kuadrat kesalahan setiap obsevasi terhadap garis tersebut.
Analisis
data yang dilakukan dalam penelitian ini akan menggunakan persamaan regresi
dengan menggunakan metode regresi OLS dengan formulasi sebagai berikut:

Dimana Y adalah jumlah tindak kriminal,
X1 jumlah
pengangguran terbuka, X2
rata-rata lama sekolah dan X3 upah minimum provinsi, α0,
α1α2α3 Parameter dan µ eror term.
3.4 Hipotesis
Hipotesis
dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan
perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara (Hasan, 2008:140).
Hipotesis merupakan pernyataan peneliti mengenai hubungan antara variabel yang
mempengaruhi dengan variabel yang dipengaruhi didalam penelitian. Maka dalam
penelitian ini dikeukakan hipotesis sebagai berikut:
1.
Ho
: tidak ada pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal
Ha
: ada pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal
2.
Ho
: tidak ada pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap jumlah tindak kriminal
Ha
: ada pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap jumlah tindak kriminal
3.
Ho
: tidak ada pengaruh besarnya upah minimum provinsi terhadap jumlah tindak kriminal
Ha
: ada pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Eviews
Dependent Variable: JTK
|
||||
Method: Least Squares
|
||||
Date: 06/15/14
Time: 17:00
|
||||
Sample: 1 32
|
||||
Included observations: 32
|
||||
Variable
|
Coefficient
|
Std. Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
C
|
-35349.16
|
15805.81
|
-2.236467
|
0.0335
|
PGG
|
19.61413
|
4.404609
|
4.453092
|
0.0001
|
RLS
|
2856.604
|
1793.750
|
1.592531
|
0.1225
|
UMP
|
19.04348
|
9.877290
|
1.928007
|
0.0641
|
R-squared
|
0.467554
|
Mean dependent var
|
10890.38
|
|
Adjusted R-squared
|
0.410506
|
S.D. dependent var
|
11807.37
|
|
S.E. of regression
|
9065.521
|
Akaike info criterion
|
21.17881
|
|
Sum squared resid
|
2.30E+09
|
Schwarz criterion
|
21.36203
|
|
Log likelihood
|
-334.8610
|
Hannan-Quinn criter.
|
21.23954
|
|
F-statistic
|
8.195823
|
Durbin-Watson stat
|
1.960433
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.000452
|
|||
3.2
Model Setelah Estimasi

Keterangan
:
JTK = Jumlah Tindak criminal
(kasus)
PGG
= Jumlah Pengangguran terbuka
(ribu orang)
RLS = Rata-rata
lama sekolah (tahun)
UMP =
Upah minimum Provinsi (ribu rupiah)
Dalam
model tersebut dapat di jelaskan bahwa jumlah tindak criminal dipengaruhi oleh
jumlah pengangguran, rata-rata lama sekolah dan upah minimum provinsi.
3.3
Interpretasi
a.
Koefisien
-35349.16 artinya
jika jumlah pengangguran terbuka, rata-rata lama sekolah dan upah minimum
provinsi sama dengan nol maka taksiran tindak criminal berjumlah -35349.16 kasus.
b.
Koefisien
19.61 artinya jika jumlah pengangguran
bertambah seribu orang maka tindak criminal akan bertambah 19.61 kasus
c.
Koefisien
2856.60 artinya apabila rata-rata lama sekolah naik satu tahun
maka tindak pidana
akan naik sebesar 2856.60 kasus
d.
koefisien
19.04 artinya apabila rata-rata upah naik seribu maka tindak pidana akan naik sebesar 19.04 kasus
3.4
Uji
Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dimaksudkan
untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas,
autokorelasi serta apakah data dalam penelitian ini sudah berdistribusi secara
normal atau belum, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik
tersebut maka uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya tidak valid dan secara
statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.
a.
Normalitas
Pengujian t harus didasarkan
pada asumsi bahwa factor gangguan (µi) mengikuti distribusi normal.
Histogram menunjukan residual berdistribusi normal apabila nilai probabilitas
Statistics JB > 0.05. Nilai probabilitas Statistics JB = 0.074620> 0.05
maka data yang digunakan berdistribusi normal.

b.
Autokorelasi
Pengujian
autokorelasi digunakan untuk mengetahui adanya data yang saling berkorelasi.
Metode pengujian yang digunakan adalah Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Berdasarkan pengujian di dapatkan hasil nilai probabilitas F-statistik adalah 1.00, dimana nilai probabilitas
F-statistik > 0,05 maka hipotesa yang menyatakan bahwa dalam model tidak
terdapat autokorelasi tidak ditolak. Artinya model lolos dari masalah
autokorelasi.
c.
Multikolinieritas
Dalam uji ini kami akan membandingan nilai R-squared
majemuk dengan nilai R-squared parsial. Pada regresi majemuk, nilai R-squared sebesar = 0.467554 dan
berikut ini merupakan nilai R-squared pada regresi parsial.
Pengangguran
|
0.099751
|
Rata-rata lama sekolah
|
0.044609
|
Upah minimum provinsi
|
0.133938
|
Setelah
membandingkan nilai R-squared majemuk dan nilai
R-squared parsial
di setiap variabel dapat diketahui bahwa nilai R-squared parsial <
R-Squared majemuk. Artinya pada model penelitian ini tidak terjadi
multikolonieritas.
d.
Homokedastisitas
Uji
homokedastisitas dilakukan untuk melihat
ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas pada model empiris yang
digunakan. Pengujian homokedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji white.
Uji white dilakukan dengan membandingkan nilai OBS*R2
dengan c2 tabel. Berdasarkan uji white nilai OBS*R2 adalah
9.622404 sedangkan nilai c2 tabel dengan df 29 dan a=10% adalah 39.0875. hal ini menunjukan
bahwa c2 tabel (39.0875) lebih besar dari
nilai OBS*R2(9.622404) yang berarti bahwa bahwa model empirik tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas.
3.5
Uji Koefisien Determinan (R2)
Koefisien
determinasi ini menunjukkan tingkat/derajat keakuratan hubungan antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi diperoleh nilai R2
= 0.467554 yang berarti bahwa jumlah tindak Kriminal di Indonesia dapat
dijelaskan oleh variasi model dari jumlahpengangguran, rata-rata lama sekolah dan upah
minimum provinsi
sebesar 47% dan sisanya sebesar 53% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di
luar model tersebut.
3.6
Uji Signifikansi
Nilai
t-tabel untuk sampel df 28 dengan α 10 % untuk pengujian dua arah adalah
sebesar = 1.701 dan
-1.701.
Sedangkan
nilai t statistik untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
Variable
|
t-Statistic
|
Signifikansi
|
PGG
|
4.453092
|
Signifikan
|
RLS
|
1.592531
|
TidakSignifikan
|
UMP
|
1.928007
|
Signifikan
|
-
Pada
variabel
pengangguran, t hitung (4.45) > t table (1.701)
artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Pengangguran berpengaruh secara signifikan
terhadap jumlah tindak kriminal
di Indonesia.
-
Pada
variabelrata-rata lama sekolah, t-hitung (1.59) <t-tabel (1.701) artinya Ho
tidak ditolak dan
Ha ditolak,
rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
-
Pada variabel upah minimum provinsi t hitung (1.93) > t table (1.701) artinya Ho ditolak dan Ha
diterima. Upah minimum provinsi berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah tindak
kriminal di
Indonesia.
3.7
Pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal
Pengangguran merupakan salah satu
masalah tenaga kerja yang berpengaruh besar bagi perekonomian Indonesia.Di
Indonesia jumlah angka pengangguran selalu mengalami peningkatan.Hal ini karena
disebabkan oleh beberapa faktor.Pengangguran dapat terjadi pada saat
pertambahan jumlah penduduk lebih besar daripada pertambahan lapangan
kerja.Akibatnya tidak semua penduduk produktif dapat ditampung oleh lapangan
kerja yang ada. Orang-orang yang tidak bisa bekerja ini akan menjadi
pengangguran. Terjadinya pengangguran juga disebabkan karena rendahnya kualitas
tenaga kerja.Mereka tidak mampu bersaing dengan tenaga kerja yang memiliki
kualitas yang lebih baik. Akibatnya orang-orang yang mempunyai kualitas rendah
akan menganggur. (Alexander Rizki).
Kriminalitas
erat kaitannya dengan pengangguran. Tingginya angka pengangguran menjadi penyebab
utama maraknya kriminalitas di Indonesia. Dengan segala keterbatasan, sejumlah
orang rela menghalalkan berbagai cara demi memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan
dengan tindakan kriminal. Dampak pengangguran begitu bervariasi karena kondisi
dan penyebab yang berbeda memunculkan akibat berbeda juga.
Kriminalitas
merupakan dampak lain dari pengangguran. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan
orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memperdulikan halal atau
haramnya uang yang didapat guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja melakukan
perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih
banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari pengangguran. Mereka
melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk
keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan.
Di era global dan materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas
terjadi di manapun.
Pada penelitian ini banyaknya
pengangguran di Indonesia signifikan dengan jumlah kriminalitas. Berdasarkan hasil regresi
diperoleh nilai t-hitung =4.45, sehingga diperoleh hasil t-hitung (4.45) > t table (1.701), maka keputusannya adalah
Hipotesis nol (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hasil dari
uji t tersebut menyatakan bahwa variable jumlah pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat
kriminalitas dan korelasi sudah sesuai dengan hipotesis serta signifikan secara
statistik, sehingga dapat dinyatakan bahwa Pengangguran berpengaruh secara
nyata terhadap terhadap jumlah kriminalitas di Indonesia. Dalam kasus ini,
apabila terjadi perubahan 1000 orang menganggur maka akan mempengaruhi jumlah kriminalitas
di Indonesia sebesar 19.61 kasus.
Tingginya
angka pengangguran di Indonesia bisa menimbulkan dampak negatif, yang bukan
hanya bagi sang penganggur, namun juga bagi masyarakat di sekitarnya.
Pengangguran membawa permasalahan ekonomi suatu keluarga, yang bisa menyebabkan
terganggunya kondisi psikis seseorang. Misalnya, terjadi pembunuhan akibat
masalah ekonomi, terjadi pencurian dan perampokan akibat masalah ekonomi,
rendahnya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, kasus anak-anak terkena busung
lapar, juga terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadinya
demonstrasi dan perebutan kekuasaan.
3.8
Rata-rata
lama sekolah terhadap jumlah tindak criminal
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan
juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian
pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan
adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi (Anonim, 2011).
Pada dasarnya komponen pendidikan diukur oleh dua indikator, yaitu angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Dua indikator ini dipandang sebagai
pengukur tingkat pengetahuan masyarakat. Sedangkan tingkat pengetahuan dan
ketrampilan secara umum yang dimiliki oleh penduduk secara agregat dapat
digambarkan melalui rata-rata lama sekolah. Dengan demikian, dua indikator
tersebut dapat menggambarkan tentang kualitas penduduk secara umum. Beberapa
indikator yang dijadikan barometer dalam pendidikan adalah kemampuan baca
tulis, rata-rata lama sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan, partisipasi
sekolah dan angka putus sekolah (drop out).
Pada penelitian ini banyaknya rata – rata lama sekolah di Indonesia tidak signifikan terhadap jumlah kriminalitas. Berdasarkan hasil regresi
diperoleh nilai t-hitung =1,59 sehingga diperoleh hasil t-hitung (1.59) < t
table (1.701), maka keputusannya adalah
Hipotesis nol (Ho) diterima dan Hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Hasil dari
uji t tersebut menyatakan bahwa variablerata – rata lama sekolah tidak
berpengaruh terhadap tingkat
kriminalitas. Rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap jumlah tindak kriminal karena tingginya tingkat pendidikan dan
pengetahuan seseorang tidak selalu dapat mencegah serta mengurangi jumlah tidak
kriminal. Seseorang melakukan tindak kriminal bukan berarti ia tidak mengetahui
bahwa tindakkan terseut merupakan tindak kriminal dan merugikan orang lain akan tetapi sangat banyak faktor yang
mendorong ia untuk tetap melakukan tindakkriminal diantaranya
a.
Dalam Kondisi Terpaksa / Kepepet
Orang yang dalam situasi dan kondisi yang serba sulit
dapat mengubah seseoang yang tadinya tidak ada keinginan berbuat jahat menjadi
pelaku tindak kejahatan. Contoh kondisi sulit yang bisa mengubah perilaku
orang yaitu seperti merasa lapar yang amat sangat, sedang dalam kondisi gawat
darurat untuk menyelamatkan nyawa seseorang, dalam kondisi bencana alam parah
dan lain sebagainya di mana tidak ada orang lain yang datang secara sukarela memberi
bantuan.
b.
Adanya Kesempatan Berbuat Jahat
Ada orang-orang yang bisa berubah menjadi seorang
penjahat jika muncul suatu peluang besar dalam melakukan tindak kejahatan.
Jika dihitung-hitung resiko tertangkap tangan ketika melakukan aksi
kejahatan kecil, serta kecilnya peluang untuk tertangkap setelah dilakukan
penyidikan dapat memperbesar dorongan seseorang untuk berbuat jahat.
Seorang penjahat kambuhan akan menjadi gelap mata ketika melihat sebuah
handphone mahal tergeletak tanpa pengawasan. Seorang penjambret dan
perampok akan memiliki niat jahat ketika melihat nenek-nenek memakai banyak
perhiasan mahal di tempat yang sepi.
c.
Dalam Suatu Tekanan Pihak Tertentu
Seseorang yang
dipaksa untuk melakukan suatu tindak kejahatan, bisa saja melakukan perbuatan
jahat kepada orang lain. Misalnya saja seseorang yang anaknya diculik
penjahat bisa saja melakukan tindak kriminal sesuai yang diperintahkan oleh
penjahat yang menculik anaknya. Atau para pelajar yang harus ikut tawuran
antar pelajar sekolah jika ingin diakui sebagai teman yang setiakawan oleh
teman-teman jahatnya. Biasanya orang yang berbuat jahat karena alasan ini
merasa tekanan batin dan ingin menolak berbuat jahat pada orang lain.
Pelaku kejahatan yang satu ini kemungkinan gagal dalam melakukan aksi
kejahatan bisa cukup besar.
d.
Sudah Sifat Dasar Seseorang
Seseorang yang sudah memiliki sifat dasar yang jahat
biasanya akan selalu berbuat jahat kapan dan di mana pun ia berada. Orang
yang seperti ini biasanya sangat tidak nyaman menjadi orang baik-baik.
3.9
Upah
minimum provinsi terhadap jumlah tindak criminal
Persoalan-persoalan
ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sangat
kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi masalah utama yang tidak pernah ada
habisnya. Hal-hal yang berkaitan dengan
perlindungan, dan perbaikan kesejahteraan ditinggalkan begitu saja. Termasuk
masalah pengupahan yang masih jauh dari concern pemerintah, hal ini dapat
dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah belum mampu
menampung dan menyelesaikan masalah pengupahan. Upah minimum erat kaitanya dengan kriminalitas. Tingkat kebutuhan yang
semakin meningkat dan mahal harus dipenuhi dengan upah yang rendah. Dengan upah yang rendah mampu memicu
seseorang untuk melakukan tindak kriminalitas demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada penelitian ini banyaknya upah minimum provinsi di
Indonesia signifikan dengan jumlah kriminalitas. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai t-hitung =1,92
sehingga diperoleh hasil t-hitung (1.92) > t table (1.701), maka keputusannya adalah
Hipotesis nol (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hasil dari
uji t tersebut menyatakan bahwa variable jumlah upah minimum provinsi berpengaruh positif terhadap tingkat
kriminalitas dan korelasi sudah sesuai dengan hipotesis serta signifikan secara
statistik, sehingga dapat dinyatakan bahwa Upah Minimum Provinsi berpengaruh
secara nyata terhadap terhadap jumlah kriminalitas di Indonesia. Dalam kasus
ini, apabila terjadi perubahan upah minimum provinsi 1000 rupiah maka akan
mempengaruhi jumlah kriminalitas di Indonesia sebesar 19.04 kasus.
Pada penelitian ini, upah berkorelasi positif terhadap tindak kriminal.
Kebijakan pemerintah untuk menaikan upah minimal provinsi justru meningkatkan
jumlah tindak kriminal di masyarakat. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tindak
kriminal lebih banyak terjadi di kota-kota besar dengan tingkat hidup
masyarakat yang tinggi dipedesaan. Seperti kasus DKI Jakarta yang memiliki
tingkat upah relatif tinggi diantara provinsi lainnya, namun tidak lebih tinggi
dari aceh dan papua memiliki jumlah tindak kriminal yang tinggi
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah pengangguran berpengaruh
positif dan signifikan terhadap tingkat kriminalitas di Indonesia. Rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kriminalitas di Indonesia. Upah minimum provinsi berpengaruh positif
dan signifikan terhadap tingkat kriminalitas di Indonesia.
5.2 Saran
Dari hasil analisa yang dilakukan penulis pada bab-bab
sebelumnya serta kesimpulan diatas maka penulis mencoba untuk memberikan saran
atau bahan masukan yang mungkin dapat bermanfaat :
1.
Peningkatan upah minimum provinsi harus di imbangi dengan
peningkatan pencegahan tindak kejahatan.
2.
Memperhatikan masalah pengangguran yang dampaknya dapat
meluas ke berbagai masalah sosial salah satunya kriminalitas, maka dengan menciptakan fleksibilitas lapangan
kerja dengan memperbaiki aturan main ketenagakerjaan, meningkatkan kualitas SDM
di Indonesia dengan memperbaiki kualitas pendidikan terutama bagi masyarakat
miskin, merancang berbagai kebijakan lain yang pro terhadap kesejahteraan
masyarakat.
0 comments:
Post a Comment