Powered by Blogger.
RSS

Analisis Ekonometrika

PENGARUH JUMLAH PENGANGGURAN, RATA-RATA LAMA SEKOLAH DAN UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP JUMLAH TINDAK KRIMINAL DI INDONESIA TAHUN 2011
Ana Syukriyah 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kriminalitas merupakan segala sesuatu baik tindakan maupun pemikiran yang mengarah pada pelanggaran hukum yang berlaku. Pelaku dari tindak kriminalitas disebut dengan kriminal.
Kejahatan pada hakekatnya timbul karena karakter manusia yang melakukan kejahatan, kemiskinan, kesempatan kerja, dan faktor lain yang membuka peluang seseorang untuk berbuat jahat seperti sedikitnya patroli polisi, keadaan jalan & lingkungan, kepadatan penduduk, nilai harta penduduk, frekuensi ronda, dan efektivitas lembaga kejaksaan & kehakiman (Reksohadiprodjo dan Karseno,lgBS). Pendapat lain mengemukakan bahwa faktor personal, faktor sosial, dan factor situasional dapat menyebabkan munculnya kejahatan (separovic, 1985). Faktor personal mencakup faktor biologis (umur, jenis kelamin, mental, dan lain-lain), dan, dan waktu. Bagi Sharp, et.al.(1996), faktor utama yang cenderung menimbulkan perilaku kriminal faktor psikologis (agresivitas, kecerobohan, dan keterasingan). Faktor sosial terkait dengan faktor imigran, minoritas, dan pekerjaan. Kemudian faktor situasional antara lain situasi konflik, tempatadalah nafsu dan emosi yang tidak terkendali, kemiskinan, dan rendahnya standar nilai-nilai social masyarakat. Tentunya masih ada faktor lain yang juga dapat menjadi pemicu munculnya tindakan kriminal.


Berdasarkan data diatas menunjukan adanya perbedaan jumlah kriminalitas di 32 provinsi di Indonesia. Semakin tinggi jumlah kriminalitas menunjukan semakin banyak tindak kejahatan pada masyarakat yang merupakan indikasi bahwa masyarakat merasa semakin merasa tidak aman. 
Adapun faktor faktor yang mempengaruhi jumlah tindak kriminalitas di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat antar semua pelaku, kegiatan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkat pembangunan ekonomi disuatu negara.Berangkat dari masalah demikian, penelitian ini akan menganalisis sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kriminalitas di Indonesia dari pendekatan ekonomi. Secara khusus, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kriminalitas di Indonesia.Selain itu tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui seberapa besar pengaruh variable pengangguran, rata-rata lama sekolah dan upah mminimum provinsi terhadap jumlah kriminalitas di provinsi Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengaruh pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia?
2.      Bagaimana pengaruh rata-rata lama sekolahterhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia?
3.      Bagaimana pengaruh upah minimum provinsiterhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia?
1.3  Tujuan Penelitian
1.      Dapat mengetahui pengaruh pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
2.      Dapat mengetahui pengaruh rata-rata lama sekolahterhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
3.      Dapat mengetahui pengaruh upah minimum provinsiterhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
  

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1            Kriminalitas
Istilah kriminal atau kejahatan mempunyai pengertian secara yuridis-formal dan sosiologis (Kartini Kartono,1992). Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat, asosial sifatnya, dan melanggar hukum serta undang-undang pidana.Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat
Kriminalitas atau tindak kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya (anonim). Tindakan kriminal sangat berdampak negatif terhadap kehidupan bermasyarakat antara lain menimbulakan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan kepanikan. Disamping itu banyak materi yang terbuang sia-sia (Kartono, 1999).
Tipe-tipe kejahatan menurut Light, Keller, dan Callhoun dalam bukunya yang berjudul Sociology (1989) :
1.  Kejahatan tanpa korban (crime without victim)
Kejahatan ini tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang lain. Contoh : perbuatan berjudi, penyalahgunaan obat bius, mabuk-mabukan, hubungan seks yang tidak sah yang dilakukan secara sukarela oleh orang dewasa. Meskipun tidak membawa korban, perilaku-perilaku tersebut tetap di golongkan sebagai perilaku menyimpang dan ini merupakan permasalahan sosial juga. Kejahatan jenis ini dapat mengorbankan orang lain apabila menyebabkan tindakan negatif lebih lanjut, misalnya seseorang ingin berjudi tapi karena ia tidak memiliki uang lalu ia mencuri harta milik orang lain.
2. Kejahatan terorganisasi (organized crime)
Pelaku kejahatan merupakan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum. Misalnya, komplotan korupsi, penyediaan jasa pelacur, perjudian gelap, penadah barang curian, atau pinjaman uang dengan bunga tinggi.
3. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan ini merupakan tipe kejahatan yg mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang yang berstatus tinggi dalam rangka pekerjaanya. Contoh : penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan oleh pemilik perusahaan, atau pejabat Negara yang melakukan korupsi.
4. Kejahatan korporat (corporate crime)
Kejahatan ini merupakan kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Misalnya, suatu perusahaan membuang limbah beracun ke sungai dan mengakibatkan penduduk sekitar mengalami berbagai jenis penyakit.

2.2         Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sukirno, 1999). 
Jenis-jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya digolongkan menjadi pengangguran alamiah, pengangguran friksional, pengangguran struktural. Jenis-penis pengangguran berdasarkan cirinyadigolongkan menjadi pengangguran terbuka, pengangguran tersembunyi, pengangguran musiman, setengah menganggur.
Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Menghindari masalah kejahatan di satu pihak pengangguran menyebabkan para pekerja kehilangan pendapatan. Akan tetapi di lain pihak, ketiadaan pekerjaan tidak akan mengurangi kebutuhan untuk berbelanja, sewa rumah harus dibayar, keluarga memerlukan pengeluaran untuk makanan dan biaya sekolah anak-anak mesti terus dibayar. Sering kali yaitu apabila tiada tabungan dan sumber pendapatan lain, pengangguran menggalakkan kegitan kejahatan. Terdapat kaitan erat diantara masalah kejahatan dan masalah pengangguran, yaitu semakin tinggi pengangguran ,semakin tinggi kasus kejahatan. Dengan demikian usaha mengatasi pengangguran secara tak langsung menyebabkan pengurangan dalam kejahatan(Sukirno,2004).
2.3    Rata-rata lama sekolah
Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan formal yang dicapai oleh masyarakat suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang diikuti. Untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP. Untuk memperoleh pekerjaan yang ditawarkan di sektor modern didasarkan kepada tingkat pendidikan seseorang dan tingkat penghasilan yang dimiliki selama hidup berkorelasi positif terhadap tingkat pendidikannya. Tingkat penghasilan ini sangat dipengaruhi oleh lamanya seseorang memperoleh pendidikan (Todaro, 2000). Rata-rata lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu daerah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin cepat pula peningkatan penghasilan yang diharapkannya, lebih besar dari biaya-biaya pribadi yang harus dikeluarkannya. Untuk dapat memaksimumkan selisih antara keuntungan yang diharapkan dengan biaya-biaya yang diperkirakan, maka strategi optimal bagi seseorang adalah berusaha menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin (Todaro, 2000).
Hubungan rata-rata pendidikan terhadap kriminalitas dapat dinyatakan dengan hipotesis bahwa semakin tinggi rata-rata pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya sehingga dapat mencegah orang tersebut melakukan tindak kejahatan.Selain itu semakin tinggi  rata-rata lama sekolah maka akan semakin mudah pula untuk mendapatkaan perkerjaan sehingga dapat mengurangi tindakan kejahatan karena adanya desakan faktor ekonomi.
2.4         Upah minimum provinsi
Di Indonesia, kebijakan pengupahan didasarkan pada konstitusi yakni UUD Pasal 27 ayat (2). Prinsipnya besar upah haruslah; pertama, mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, kedua, mencerminkan pemberian imbalan atas hasil kerja seseorang dan ketiga, memuat pemberian insentif yang mendorong peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan daerah/nasional.Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh seorang pekerja sehubungan dengan pekerjaannya dapat digolongkan kedalam 4(empat) bentuk yaitu :
a.     Upah atau gaji yaitu gaji pokok yang didasarkan pada kepangkatan atau masa kerja seorang pekerja.
b.     Tunjangan dalam bentuk natura seperti; beras, gula, garam, pakaian dll.
c.     Fringe Benefits yaitu jenis benefit lain yang diterima oleh seseorang diluar gaji sehubungan dengan jabatan atau pekerjaannya.
d.     Kondisi lingkungan kerja.
Besarnya upah minimum ditetapkan satu tahun sekali setelah didahului dengan survey tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dinas Tenaga Kerja bersama Dewan Pengupahan menghitung nilai KHL menurut hasil survey. Komponen yang disurvey dapat digolongkan kedalam 5 kelompok yaitu kelompok makanan dan minuman, kelompok bahan bakar dan penerangan, kelompok perumahan dan peralatan, kelompok pakaian, kelompok lain-lain.Dalam rangka menetapkan Upah Minimum Regional (UMR), maka perlu dilihat dasar pertimbangan penetapan Upah Minimum Regional yaitu:
a.              Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Dalam usulan penetapan upah minimum, nilai KHM merupakan salah satu pertimbangan utama. Setiap pengusulan harus menggambarkan adanya penambahan pendapatan buruh secara riel bukan kenaikan nominal. Penetapan KHM diatur dalam Kep. Menteri Tenaga Kerja No. 81/Men/1995.
b.              Indeks Harga Konsumen (IHK). Pada prinsipnya perkembangan IHK mempengaruhi perkembangan KHM, sebab komponen-komponen yang tercantum dalam KHM harus selalu dibandingkan dengan perkembangan IHK.
c.               Perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan penetapan upah minimum diharapkan dapat memberikan tingkatan upah yang layak dan wajar, sehingga hal ini dapat mendorong peningkatan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan perluasan/perkembangan usaha (multiplier effect) yang berarti memperluas kesempatan kerja.
d.              Upah pada umumnya yang berlaku secara regional. Patokan untuk menentukan dalam pengusulan upah minimum regional adalah tingkat upah yang berlaku secara regional bagi propinsi yang bersangkutan maupun dengan daerah yang berdekatan. Untuk hal ini setiap daerah perlu mengadakan komunikasi dengan daerah lain yang berdekatan atau perbatasan untuk memperoleh informasi tingkat upah terendah yang berlaku didaerah tersebut. Upah yang ditetapkan harus sepadan dengan upah yang berlaku didaerah yang bersangkutan. Diferensiasi upah antar daerah tidak merangsang terjadinya migrasi perburuhan.
e.               Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Dalam upaya penetapan usulan upah minimum, perlu mempertimbangkan kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Hal ini penting agar upah yang ditetapkan dapat terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan gejolak dalam pelaksanaannya.
f.               Tingkat perkembangan perekonomian. Untuk penetapan besarnya UMR yang baru, nilai tambah yang dihasilkan oleh buruh dapat dilihat dari adanya perkembangan PDRB dalam tahun yang bersangkutan.
Menurut Alghofari (2010 : 15), tenaga kerja menetapkan tingkat upah minimumnyapada tingkat upah tertentu. Jika seluruh upah yang ditawarkan besarnya di bawah tingkatupah tersebut, seorang pekerja akan menolak mendapatkan upah tersebut dan hal ini akan menyebabkan pengangguran dan meningkatkan jumlah tindak kriminal.

  
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber data
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dimana didalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan ilmiah terhadap keputusannya. Pendekatan ini berangkat dari data yang kemudian data ini di proses dan dimanipulasikan menjadi informasi yang berharga bagi pengambilan keputusan (Kuncoro, 2007:1)
Jenis data yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini menurut sumbernya adalah cross section. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data penelitian ini diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik).

3.2  Variabel Dependen dan Independen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah tindak kriminal di Indonesia dan variabel independennya adalah jumlah pengangguran, rata-rata lama sekolah dan upah minimum provinsi.

3.3  Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS. Inti metode OLS adalah mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan setiap obsevasi terhadap garis tersebut.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini akan menggunakan persamaan regresi dengan menggunakan metode regresi OLS dengan formulasi sebagai berikut:
Dimana Y adalah jumlah tindak kriminal, X1 jumlah pengangguran terbuka, X2 rata-rata lama sekolah dan X3 upah minimum provinsi, α0, α1α2α3 Parameter dan µ eror term.
3.4  Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara (Hasan, 2008:140). Hipotesis merupakan pernyataan peneliti mengenai hubungan antara variabel yang mempengaruhi dengan variabel yang dipengaruhi didalam penelitian. Maka dalam penelitian ini dikeukakan hipotesis sebagai berikut:
1.      Ho : tidak ada pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal
Ha : ada pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal
2.      Ho : tidak ada pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap jumlah tindak kriminal
Ha : ada pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap jumlah tindak kriminal
3.      Ho : tidak ada pengaruh besarnya upah minimum provinsi terhadap jumlah tindak kriminal
Ha : ada pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil Eviews

Dependent Variable: JTK


Method: Least Squares


Date: 06/15/14   Time: 17:00


Sample: 1 32



Included observations: 32












Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










C
-35349.16
15805.81
-2.236467
0.0335
PGG
19.61413
4.404609
4.453092
0.0001
RLS
2856.604
1793.750
1.592531
0.1225
UMP
19.04348
9.877290
1.928007
0.0641










R-squared
0.467554
    Mean dependent var
10890.38
Adjusted R-squared
0.410506
    S.D. dependent var
11807.37
S.E. of regression
9065.521
    Akaike info criterion
21.17881
Sum squared resid
2.30E+09
    Schwarz criterion
21.36203
Log likelihood
-334.8610
    Hannan-Quinn criter.
21.23954
F-statistic
8.195823
    Durbin-Watson stat
1.960433
Prob(F-statistic)
0.000452















3.2  Model Setelah Estimasi

Keterangan :
JTK     = Jumlah Tindak criminal (kasus)
PGG    = Jumlah Pengangguran terbuka (ribu orang)
RLS     = Rata-rata lama sekolah (tahun)
UMP   = Upah minimum Provinsi  (ribu rupiah)
Dalam model tersebut dapat di jelaskan bahwa jumlah tindak criminal dipengaruhi oleh jumlah pengangguran, rata-rata lama sekolah dan upah minimum provinsi.

3.3  Interpretasi
a.       Koefisien -35349.16 artinya jika jumlah pengangguran terbuka, rata-rata lama sekolah dan upah minimum provinsi sama dengan nol maka taksiran tindak criminal berjumlah -35349.16 kasus.
b.      Koefisien 19.61 artinya jika jumlah pengangguran bertambah seribu orang maka tindak criminal akan bertambah 19.61 kasus
c.       Koefisien 2856.60 artinya apabila rata-rata lama sekolah naik satu tahun maka tindak pidana akan naik sebesar 2856.60 kasus
d.      koefisien 19.04 artinya apabila rata-rata upah naik seribu maka tindak pidana akan naik sebesar 19.04 kasus

3.4  Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas, autokorelasi serta apakah data dalam penelitian ini sudah berdistribusi secara normal atau belum, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.
a.         Normalitas
Pengujian t harus didasarkan pada asumsi bahwa factor gangguan (µi) mengikuti distribusi normal. Histogram menunjukan residual berdistribusi normal apabila nilai probabilitas Statistics JB > 0.05. Nilai probabilitas Statistics JB = 0.074620> 0.05 maka data yang digunakan berdistribusi normal.
b.        Autokorelasi
Pengujian autokorelasi digunakan untuk mengetahui adanya data yang saling berkorelasi. Metode pengujian yang digunakan adalah Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Berdasarkan pengujian di dapatkan hasil nilai probabilitas F-statistik adalah 1.00, dimana nilai probabilitas F-statistik > 0,05 maka hipotesa yang menyatakan bahwa dalam model tidak terdapat autokorelasi tidak ditolak. Artinya model lolos dari masalah autokorelasi.

c.         Multikolinieritas
Dalam uji ini kami akan membandingan nilai R-squared majemuk dengan nilai R-squared parsial. Pada regresi majemuk, nilai R-squared sebesar = 0.467554 dan berikut ini merupakan nilai R-squared pada regresi parsial.
Pengangguran
0.099751
Rata-rata lama sekolah
0.044609
Upah minimum provinsi
0.133938

Setelah membandingkan nilai R-squared majemuk dan nilai R-squared parsial di setiap variabel dapat diketahui bahwa nilai R-squared parsial < R-Squared majemuk. Artinya pada model penelitian ini tidak terjadi multikolonieritas.
d.         Homokedastisitas
Uji homokedastisitas dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas pada model empiris yang digunakan. Pengujian homokedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji white. Uji white dilakukan dengan membandingkan nilai OBS*R2 dengan c2 tabel. Berdasarkan uji white nilai OBS*R2 adalah 9.622404 sedangkan nilai c2 tabel dengan df 29 dan a=10% adalah 39.0875. hal ini menunjukan bahwa c2 tabel (39.0875) lebih besar dari nilai OBS*R2(9.622404) yang berarti bahwa bahwa model empirik tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

3.5  Uji Koefisien Determinan (R2)
Koefisien determinasi ini menunjukkan tingkat/derajat keakuratan hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi diperoleh nilai R2 = 0.467554 yang berarti bahwa jumlah tindak Kriminal di Indonesia  dapat dijelaskan oleh variasi model dari jumlahpengangguran, rata-rata lama sekolah dan upah minimum provinsi sebesar 47% dan sisanya sebesar 53% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model tersebut.

3.6  Uji Signifikansi
Nilai t-tabel untuk sampel df 28 dengan α 10 % untuk pengujian dua arah adalah sebesar = 1.701 dan -1.701.
Sedangkan nilai t statistik untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut:



Variable
t-Statistic
Signifikansi






PGG
4.453092
Signifikan
RLS
1.592531
TidakSignifikan
UMP
1.928007
Signifikan



-          Pada variabel pengangguran, t hitung (4.45) > t table (1.701) artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Pengangguran berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
-          Pada variabelrata-rata lama sekolah, t-hitung  (1.59) <t-tabel (1.701) artinya Ho tidak ditolak dan Ha ditolak, rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.
-          Pada variabel upah minimum provinsi t hitung (1.93) > t table (1.701) artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Upah minimum provinsi berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah tindak kriminal di Indonesia.

3.7  Pengangguran terhadap jumlah tindak kriminal
Pengangguran merupakan salah satu masalah tenaga kerja yang berpengaruh besar bagi perekonomian Indonesia.Di Indonesia jumlah angka pengangguran selalu mengalami peningkatan.Hal ini karena disebabkan oleh beberapa faktor.Pengangguran dapat terjadi pada saat pertambahan jumlah penduduk lebih besar daripada pertambahan lapangan kerja.Akibatnya tidak semua penduduk produktif dapat ditampung oleh lapangan kerja yang ada. Orang-orang yang tidak bisa bekerja ini akan menjadi pengangguran. Terjadinya pengangguran juga disebabkan karena rendahnya kualitas tenaga kerja.Mereka tidak mampu bersaing dengan tenaga kerja yang memiliki kualitas yang lebih baik. Akibatnya orang-orang yang mempunyai kualitas rendah akan menganggur. (Alexander Rizki).
Kriminalitas erat kaitannya dengan pengangguran. Tingginya angka pengangguran menjadi penyebab utama maraknya kriminalitas di Indonesia. Dengan segala keterbatasan, sejumlah orang rela menghalalkan berbagai cara demi memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan dengan tindakan kriminal. Dampak pengangguran begitu bervariasi karena kondisi dan penyebab yang berbeda memunculkan akibat berbeda juga.
Kriminalitas merupakan dampak lain dari pengangguran. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memperdulikan halal atau haramnya uang yang didapat guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja melakukan perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari pengangguran. Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi di manapun.
Pada penelitian ini banyaknya pengangguran di Indonesia signifikan dengan jumlah kriminalitas. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai t-hitung =4.45, sehingga diperoleh hasil t-hitung (4.45) > t table (1.701), maka keputusannya adalah Hipotesis nol (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hasil dari uji t tersebut menyatakan bahwa variable jumlah pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kriminalitas dan korelasi sudah sesuai dengan hipotesis serta signifikan secara statistik, sehingga dapat dinyatakan bahwa Pengangguran berpengaruh secara nyata terhadap terhadap jumlah kriminalitas di Indonesia. Dalam kasus ini, apabila terjadi perubahan 1000 orang menganggur maka akan mempengaruhi jumlah kriminalitas di Indonesia sebesar 19.61 kasus.
Tingginya angka pengangguran di Indonesia bisa menimbulkan dampak negatif, yang bukan hanya bagi sang penganggur, namun juga bagi masyarakat di sekitarnya. Pengangguran membawa permasalahan ekonomi suatu keluarga, yang bisa menyebabkan terganggunya kondisi psikis seseorang. Misalnya, terjadi pembunuhan akibat masalah ekonomi, terjadi pencurian dan perampokan akibat masalah ekonomi, rendahnya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, kasus anak-anak terkena busung lapar, juga terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadinya demonstrasi dan perebutan kekuasaan.

3.8  Rata-rata lama sekolah terhadap jumlah tindak criminal
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi (Anonim, 2011).
Pada dasarnya komponen pendidikan diukur oleh dua indikator, yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Dua indikator ini dipandang sebagai pengukur tingkat pengetahuan masyarakat. Sedangkan tingkat pengetahuan dan ketrampilan secara umum yang dimiliki oleh penduduk secara agregat dapat digambarkan melalui rata-rata lama sekolah. Dengan demikian, dua indikator tersebut dapat menggambarkan tentang kualitas penduduk secara umum. Beberapa indikator yang dijadikan barometer dalam pendidikan adalah kemampuan baca tulis, rata-rata lama sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan, partisipasi sekolah dan angka putus sekolah (drop out).
Pada penelitian ini banyaknya rata – rata lama sekolah  di Indonesia tidak signifikan terhadap jumlah kriminalitas. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai t-hitung =1,59 sehingga diperoleh hasil t-hitung (1.59) < t table (1.701), maka keputusannya adalah Hipotesis nol (Ho) diterima dan Hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Hasil dari uji t tersebut menyatakan bahwa variablerata – rata lama sekolah tidak berpengaruh  terhadap tingkat kriminalitas. Rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah tindak kriminal karena tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang tidak selalu dapat mencegah serta mengurangi jumlah tidak kriminal. Seseorang melakukan tindak kriminal bukan berarti ia tidak mengetahui bahwa tindakkan terseut merupakan tindak kriminal dan merugikan orang lain  akan tetapi sangat banyak faktor yang mendorong ia untuk tetap melakukan tindakkriminal diantaranya
a.         Dalam Kondisi Terpaksa / Kepepet
Orang yang dalam situasi dan kondisi yang serba sulit dapat mengubah seseoang yang tadinya tidak ada keinginan berbuat jahat menjadi pelaku tindak kejahatan.  Contoh kondisi sulit yang bisa mengubah perilaku orang yaitu seperti merasa lapar yang amat sangat, sedang dalam kondisi gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa seseorang, dalam kondisi bencana alam parah dan lain sebagainya di mana tidak ada orang lain yang datang secara sukarela memberi bantuan.
b.        Adanya Kesempatan Berbuat Jahat
Ada orang-orang yang bisa berubah menjadi seorang penjahat jika muncul suatu peluang besar dalam melakukan tindak kejahatan.  Jika dihitung-hitung resiko tertangkap tangan ketika melakukan aksi kejahatan kecil, serta kecilnya peluang untuk tertangkap setelah dilakukan penyidikan dapat memperbesar dorongan seseorang untuk berbuat jahat.  Seorang penjahat kambuhan akan menjadi gelap mata ketika melihat sebuah handphone mahal tergeletak tanpa pengawasan.  Seorang penjambret dan perampok akan memiliki niat jahat ketika melihat nenek-nenek memakai banyak perhiasan mahal di tempat yang sepi.
c.         Dalam Suatu Tekanan Pihak Tertentu
Seseorang yang dipaksa untuk melakukan suatu tindak kejahatan, bisa saja melakukan perbuatan jahat kepada orang lain.  Misalnya saja seseorang yang anaknya diculik penjahat bisa saja melakukan tindak kriminal sesuai yang diperintahkan oleh penjahat yang menculik anaknya.  Atau para pelajar yang harus ikut tawuran antar pelajar sekolah jika ingin diakui sebagai teman yang setiakawan oleh teman-teman jahatnya.  Biasanya orang yang berbuat jahat karena alasan ini merasa tekanan batin dan ingin menolak berbuat jahat pada orang lain.  Pelaku kejahatan yang satu ini kemungkinan gagal dalam melakukan aksi kejahatan bisa cukup besar.
d.        Sudah Sifat Dasar Seseorang
Seseorang yang sudah memiliki sifat dasar yang jahat biasanya akan selalu berbuat jahat kapan dan di mana pun ia berada.  Orang yang seperti ini biasanya sangat tidak nyaman menjadi orang baik-baik.  

3.9  Upah minimum provinsi terhadap jumlah tindak criminal
Persoalan-persoalan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sangat kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi masalah utama yang tidak pernah ada habisnya.  Hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan, dan perbaikan kesejahteraan ditinggalkan begitu saja. Termasuk masalah pengupahan yang masih jauh dari concern pemerintah, hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah belum mampu menampung dan menyelesaikan masalah pengupahan. Upah minimum erat kaitanya dengan kriminalitas. Tingkat kebutuhan yang semakin meningkat dan mahal harus dipenuhi dengan upah yang rendah.  Dengan upah yang rendah mampu memicu seseorang untuk melakukan tindak kriminalitas demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada penelitian ini banyaknya upah minimum provinsi di Indonesia signifikan dengan jumlah kriminalitas. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai t-hitung =1,92 sehingga diperoleh hasil t-hitung (1.92) > t table (1.701), maka keputusannya adalah Hipotesis nol (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hasil dari uji t tersebut menyatakan bahwa variable jumlah upah minimum provinsi berpengaruh positif terhadap tingkat kriminalitas dan korelasi sudah sesuai dengan hipotesis serta signifikan secara statistik, sehingga dapat dinyatakan bahwa Upah Minimum Provinsi berpengaruh secara nyata terhadap terhadap jumlah kriminalitas di Indonesia. Dalam kasus ini, apabila terjadi perubahan upah minimum provinsi 1000 rupiah maka akan mempengaruhi jumlah kriminalitas di Indonesia sebesar 19.04 kasus.
Pada penelitian ini, upah berkorelasi positif terhadap tindak kriminal. Kebijakan pemerintah untuk menaikan upah minimal provinsi justru meningkatkan jumlah tindak kriminal di masyarakat. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tindak kriminal lebih banyak terjadi di kota-kota besar dengan tingkat hidup masyarakat yang tinggi dipedesaan. Seperti kasus DKI Jakarta yang memiliki tingkat upah relatif tinggi diantara provinsi lainnya, namun tidak lebih tinggi dari aceh dan papua memiliki jumlah tindak kriminal yang tinggi


BAB V
PENUTUP
5.1   Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kriminalitas di Indonesia. Rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kriminalitas di Indonesia. Upah minimum provinsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kriminalitas di Indonesia.

5.2  Saran
Dari hasil analisa yang dilakukan penulis pada bab-bab sebelumnya serta kesimpulan diatas maka penulis mencoba untuk memberikan saran atau bahan masukan yang mungkin dapat bermanfaat :
1.         Peningkatan upah minimum provinsi harus di imbangi dengan peningkatan pencegahan tindak kejahatan.
2.         Memperhatikan masalah pengangguran yang dampaknya dapat meluas ke berbagai masalah sosial salah satunya kriminalitas, maka  dengan menciptakan fleksibilitas lapangan kerja dengan memperbaiki aturan main ketenagakerjaan, meningkatkan kualitas SDM di Indonesia dengan memperbaiki kualitas pendidikan terutama bagi masyarakat miskin, merancang berbagai kebijakan lain yang pro terhadap kesejahteraan masyarakat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS